Moral Ekonomi
dan Rasionalitas Petani
David Feeny mencoba untuk menguji pendekatan
moral ekonomi Scoot, yaitu dengan melihat seberapa jauh tren politik ekonomi di
desa-desa Asia Tenggara pada abad 19 dan 20 dapat dijelaskan melalui basis
analisa Scoot. Ada beberapa area yang disoroti Feeny yaitu: 1) model moral
ekonomi yang mengasumsikan bahwa petani
berperilaku dengan dasar pandangan normatif mereka tentang dunia (etika
subsistensi dan resiprositas mengatur perkembangan institusi kesejahteraan dan
asuransi sosial di pedesaan); 2) Asumsi Scoot bahwa rasionalitas kolektif juga
merupakan rasionalitas individual (perilaku yang didorong oleh insentif
individual seringkali tidak sejalan dengan kesejahteraan kolektif); 3) asumsi
menghindari resiko oleh petani; 4) Masuknya pasar tidak selalu meningkatkan
resiko yang dihadapi petani produsen atau menyebabkan merosotnya kesejahteraan
ekonomi petani.
Mengkontekstualisasikan tulisan David Fenny dengan
dinamika petani di Indonesia, dapat dikatakan bahwa telah terjadi pergeseran
ekonomi petani. Pergeseran dengan jelas mengarah pada ekonomi yang semakin
terspesialisasi. Masuknya berbagai aktor seperti pasar dan negara, telah
membuka ruang-ruang transaksi yang lebih luas bagi petani. Logika berpikir
petani tidak lagi berhenti pada prinsip ‘safety
first’ atau mendahulukan selamat seperti yang dimunculkan oleh Scoot
misalnya. Perilaku yang diintepretasikan sebagai perilaku 'mendahulukan
selamat' dapat dijelaskan dengan faktor-faktor yang lain seperti relasi sewa
menyewa (tenancy), diversifikasi
tanaman atau menggantungkan pada tanaman subsisten. Fakta tidak menunjukan
bahwa perkembangan pasar akan meningkatkan resiko yang dihadapi petani.
Sebaliknya pasar justru memberikan petani instrumen efektif lain yang bisa digunakan
untuk rencana asuransi pribadi mereka. Hal ini menjelaskan responsivitas petani
pada peluang-peluang yang bisa mereka dapatkan dari adanya pasar.
Masyarakat desa di Indonesia yang sudah mengalami
transisi menuju masyarakat modern, telah dicirikan dengan sifat
individualisasinya yang tinggi. Dalam konteks inilah kemudian struktur
komunitas menjadi lemah dan yang bekerja bukan lagi moral ekonomi, tetapi ada
aspek politik ekonomi. Relasi petani dengan kekuasaan menjadi lebih intens
sehingga kemudian hubungan-hubungan transaksional juga dipengaruhi oleh
kepentingan-kepentingan politis.
Otonomi juga istilah lain untuk menggambarkan bahwa dalam
menentukan pilihan-pilihannya, petani juga mulai lebih lentur. Bentuk-bentuk
protes atau perlawanan petani adalah salah satu upaya yang dengan jelas
menunjukan bahwa moral ekonomi petani adalah seorang ‘risk taker’ (pengambil risiko). Tentu saja berkaitan dengan petani
sebagai pengambil risiko ini, petani telah memiliki semacam jaminan sosial yang
memungkinkannya untuk bertahan. Risk taker
dalam hal ini terlihat misalnya dalam ‘preferensi sosial yang dikemukakan oleh
Hefner. Masyarakat dataran tinggi Tengger yang semula demikian menjaga
kesalehan ritualnya dengan mematuhi semua tabu dan tatanan yang ditetapkan
masyarakat berkaitan dengan perayaan festival Tengger, pada akhirnya mulai
melakukan gugatan secara kolektif dengan rasionalitas bahwa ‘efektivitas
pelaksanaan ritual tidak semata bisa dilakukan dengan harus mengorbankan
sebagian sumberdaya yang mereka miliki’. Ritual bisa dilakukan secara personal
dengan persembahan pun yang dilakukan secara personal pula.
Pemikiran-pemikiran yang disampaikan juga menunjukan
adanya wacana dialogis bahwa beberapa konsep yang dimunculkan oleh para
teoritiker sebelumnya mengenai petani, harus mulai diadaptasikan dengan situasi
petani yang sangat dinamis. Salah satunya seperti dimunculkan oleh David Feeny
bahwa penyebab merosotnya kondisi petani di Asia Tenggara selama periode
kolonial telah melahirkan kompetisi yang tidak seimbang antara masyarakat dengan
institusi politik kolonial. Ini lebih berpengaruh daripada masuknya ekonomi
yang berorientasi pasar. Feeny mengungkapkan ini sebagai bagian atas kritiknya
terhadap Scoot yang dianggapnya gagal dalam menjelaskan kondisi petani di Asia
Tenggara. Catatan lain juga dimunculkannya berkaitan dengan kegagalan Scoot dalam
mendokumentasikan perubahan pendapatan petani di tingkat yang paling rentan
dimana seharusnya petani enggan mengambil resiko. Scoot juga gagal dalam
mendokumentasikan peningkatan instabilitas pendapatan petani. Asumsi menolak
resiko atau perilaku safety first
tidak selalu bisa dibuktikan. Petani berperilaku sesuai pilihan mereka.
(Dwi
Wulan Pujiriyani/SPD 2015)
Daftar Pustaka
David
Feeny. "The Moral or the Rational Peasant? Competing Hypotheses of
Collective Action". Journal of Asian Studies, Volume 42 (AUg., 1983), p. 769-789.
Robert W
Hefner. "The Problem of Preference: Economic and Ritual Change in
Highlands Java. Man, New Series, Volume 18, Issue 4 (Dec., 1983), p 669-689.
No comments:
Post a Comment