Monday, March 21, 2016

Moral Ekonomi Petani




Moral Ekonomi dan Rasionalitas Petani







David Feeny mencoba untuk menguji pendekatan moral ekonomi Scoot, yaitu dengan melihat seberapa jauh tren politik ekonomi di desa-desa Asia Tenggara pada abad 19 dan 20 dapat dijelaskan melalui basis analisa Scoot. Ada beberapa area yang disoroti Feeny yaitu: 1) model moral ekonomi  yang mengasumsikan bahwa petani berperilaku dengan dasar pandangan normatif mereka tentang dunia (etika subsistensi dan resiprositas mengatur perkembangan institusi kesejahteraan dan asuransi sosial di pedesaan); 2) Asumsi Scoot bahwa rasionalitas kolektif juga merupakan rasionalitas individual (perilaku yang didorong oleh insentif individual seringkali tidak sejalan dengan kesejahteraan kolektif); 3) asumsi menghindari resiko oleh petani; 4) Masuknya pasar tidak selalu meningkatkan resiko yang dihadapi petani produsen atau menyebabkan merosotnya kesejahteraan ekonomi petani.
Mengkontekstualisasikan tulisan David Fenny dengan dinamika petani di Indonesia, dapat dikatakan bahwa telah terjadi pergeseran ekonomi petani. Pergeseran dengan jelas mengarah pada ekonomi yang semakin terspesialisasi. Masuknya berbagai aktor seperti pasar dan negara, telah membuka ruang-ruang transaksi yang lebih luas bagi petani. Logika berpikir petani tidak lagi berhenti pada prinsip ‘safety first’ atau mendahulukan selamat seperti yang dimunculkan oleh Scoot misalnya. Perilaku yang diintepretasikan sebagai perilaku 'mendahulukan selamat' dapat dijelaskan dengan faktor-faktor yang lain seperti relasi sewa menyewa (tenancy), diversifikasi tanaman atau menggantungkan pada tanaman subsisten. Fakta tidak menunjukan bahwa perkembangan pasar akan meningkatkan resiko yang dihadapi petani. Sebaliknya pasar justru memberikan petani instrumen efektif lain yang bisa digunakan untuk rencana asuransi pribadi mereka. Hal ini menjelaskan responsivitas petani pada peluang-peluang yang bisa mereka dapatkan dari adanya pasar. 




Masyarakat desa di Indonesia yang sudah mengalami transisi menuju masyarakat modern, telah dicirikan dengan sifat individualisasinya yang tinggi. Dalam konteks inilah kemudian struktur komunitas menjadi lemah dan yang bekerja bukan lagi moral ekonomi, tetapi ada aspek politik ekonomi. Relasi petani dengan kekuasaan menjadi lebih intens sehingga kemudian hubungan-hubungan transaksional juga dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politis.
Otonomi juga istilah lain untuk menggambarkan bahwa dalam menentukan pilihan-pilihannya, petani juga mulai lebih lentur. Bentuk-bentuk protes atau perlawanan petani adalah salah satu upaya yang dengan jelas menunjukan bahwa moral ekonomi petani adalah seorang ‘risk taker’ (pengambil risiko). Tentu saja berkaitan dengan petani sebagai pengambil risiko ini, petani telah memiliki semacam jaminan sosial yang memungkinkannya untuk bertahan. Risk taker dalam hal ini terlihat misalnya dalam ‘preferensi sosial yang dikemukakan oleh Hefner. Masyarakat dataran tinggi Tengger yang semula demikian menjaga kesalehan ritualnya dengan mematuhi semua tabu dan tatanan yang ditetapkan masyarakat berkaitan dengan perayaan festival Tengger, pada akhirnya mulai melakukan gugatan secara kolektif dengan rasionalitas bahwa ‘efektivitas pelaksanaan ritual tidak semata bisa dilakukan dengan harus mengorbankan sebagian sumberdaya yang mereka miliki’. Ritual bisa dilakukan secara personal dengan persembahan pun yang dilakukan secara personal pula.
Pemikiran-pemikiran yang disampaikan juga menunjukan adanya wacana dialogis bahwa beberapa konsep yang dimunculkan oleh para teoritiker sebelumnya mengenai petani, harus mulai diadaptasikan dengan situasi petani yang sangat dinamis. Salah satunya seperti dimunculkan oleh David Feeny bahwa penyebab merosotnya kondisi petani di Asia Tenggara selama periode kolonial telah melahirkan kompetisi yang tidak seimbang antara masyarakat dengan institusi politik kolonial. Ini lebih berpengaruh daripada masuknya ekonomi yang berorientasi pasar. Feeny mengungkapkan ini sebagai bagian atas kritiknya terhadap Scoot yang dianggapnya gagal dalam menjelaskan kondisi petani di Asia Tenggara. Catatan lain juga dimunculkannya berkaitan dengan kegagalan Scoot dalam mendokumentasikan perubahan pendapatan petani di tingkat yang paling rentan dimana seharusnya petani enggan mengambil resiko. Scoot juga gagal dalam mendokumentasikan peningkatan instabilitas pendapatan petani. Asumsi menolak resiko atau perilaku safety first tidak selalu bisa dibuktikan. Petani berperilaku sesuai pilihan mereka.

(Dwi Wulan Pujiriyani/SPD 2015)

Daftar Pustaka

David Feeny. "The Moral or the Rational Peasant? Competing Hypotheses of Collective Action". Journal of Asian Studies, Volume 42 (AUg., 1983), p. 769-789.

Robert W Hefner. "The Problem of Preference: Economic and Ritual Change in Highlands Java. Man, New Series, Volume 18, Issue 4 (Dec., 1983), p 669-689.

No comments:

Post a Comment

Pemuda dan Pertanian

Pemuda dan Pertanian di Malawi Blessing Chinsinga dan Michael Chasukwa. 2012. ‘Youth, Agriculture and Land Grabs in Malawi’. IDS...