Tuesday, March 15, 2016

Krisis Agraria



Repeasantisasi sebagai Jalan Keluar 
dari Krisis Agraria Global



 
Jan Douwe Van Der Ploeg. 2008. The New Peasantries Struggles For Autonomy and Sustainability in  an Era of Empire and Globalization. UK: Earthscan Publisher.


Pertanian korporasi (empire) merupakan pendorong utama dari proses industrialisasi. Proses industrialisasi pertanian telah menyebabkan tekanan yang serius pada sistem produksi di tingkat lokal dan regional. Repeasentisasi merupakan esensi dari upaya untuk bertahan dan memperoleh otonomi dalam konteks ketidakberdayaan dan ketergantungan. Repeasantisasi secara kuantatif berarti peningkatan jumlah (beralihnya petani wirausaha menjadi petani) dan secara kualitatif (meningkatnya otonomi pengelolaan dan kemajuan aktivitas produksi yang tidak bergantung pada pasar).
Krisis agraria yang dimunculkan Ploeg berkaitan dengan interrelasi antara organisasi produksi pertanian. Krisis ini sebenarnya telah memiliki sejarah panjang yang dapat dilihat dari perjuangan petani dan land reform. Krisis yang terjadi saat ini berkaitan dengan bagaimana praktik-praktik pertanian dan matapencaharian harus bersinergi dengan alam. Krisis sosial ekologis yang di-counter oleh Ploeg berkaitan dengan krisis energi dari model pertanian industrial yang sangat bergantung pada pestisida, herbisida dan mekanisasi pertanian. Kalau pertanian dikembangkan dengan cara merusak ekosistem secara sistematis, maka ini akan menyebar ke lingkungan yang lebih luas lagi dan lahirlah krisis agroekologi.
Dalam konteks krisis global yang terjadi saat ini, kualitas dan keamanan distribusi pangan berkaitan dengan produksi primer dan keberlanjutan produksi pertanian. Munculnya empire sebagai prinsip penataan baru yang mengatur proses produksi, distribusi dan konsumsi pangan berkontribusi pada terjadinya krisis agraria. Hal ini disebabkan pengelolaan ekologi dan eksploitasi secara brutal  yang berdampak pada alam, petani, pangan dan budaya. Industrialisasi menyebabkan terjadinya kerusakan modal ekologis, modal sosial, dan modal kultural. Dalam konteks inilah yang kemudian diusulkan oleh Ploeg bahwa repeasantisasi merupakan jalan keluar dari krisis agraria global. 





Repeasantisasi tidak semata mengembalikan produksi pertanian kepada petani atau struktur ekonomi lokal, melainkan juga merekonseptualisasi prinsip-prinsip pertanian. Ploeg menyebutkan Komunitas Catacaos di Peru Utara sebagai salah satu contoh munculnya repeasantisasi yang menurutnya paling baik. Repeasantisasi muncul dari beberapa hal yaitu: berubahnya kerjasama haciendas awal setelah tanah dikelola secara paralel dalam unit-unit petani, pengelolaan tanah dan air secara masif oleh petani-petani yang tidak bertanah, meningkatnya jumlah plot yang dimiliki perseorangan secara pesat, realokasi mereka yang tinggal di pemukiman kumuh (pueblos jovenes) untuk terlibat di pertanian; mulai berubahnya ketergantungan pada menjadi penguatan ekonomi pedesaan. Repeasantisasi juga menghilangkan sistem pegawai yang digaji di sebagian besar haciendas yang ada.  



  Gambar diambil dari: http://www.economist.com/node

Karakteristik khusus repeasantisasi di Cataaos dapat dilihat dari distribusi tanah yang relatif seimbang diantara kaum tani. Di Catacaos, 86% tanah dimiliki oleh 75% petani. Keberhasilan repeasantisasi di Catacaos memang sebagian dipengaruhi oleh gerakan petani yang sangat kuat. Misalnya pada tahun 1969, land reform yang radikal dilaksanakan dan diimplementasikan secara menyeluruh oleh kelompok militer pemerintahan. Haciendas yang sangat luas ditransformasikan produksinya dalam skema kerjasama dengan petani. Masyarakat di Catacaos merespon land reform yang dikendalikan oleh negara dengan membuat unit-unit produksi komunal. Unidades comunales de produccion disebut sebagai hasil dari perjuangan petani yang dilakukan dengan sepenuh hati, terus menerus, dan masif.

 (Dwi Wulan Pujiriyani/SPD 2015)  





No comments:

Post a Comment

Pemuda dan Pertanian

Pemuda dan Pertanian di Malawi Blessing Chinsinga dan Michael Chasukwa. 2012. ‘Youth, Agriculture and Land Grabs in Malawi’. IDS...