Menelusuri
Konseptualisasi ‘Ekologi Baru’
Gambar diambil dari: http://sinarharapan.co/news/read/150421037
Ekologi baru diawali dari konsep bahwa alam itu
tidak seimbang (imbalance
nature). Terminologi-terminologi seperti: variabilitas, resiliensi,
persistensi, resistensi, dan sensitivitas merupakan konsep-konsep dinamis yang
kemudian muncul dan menghadirkan berbagai pertanyaan empirik mengenai
kompleksitas ekosistem, keragaman dalam ruang dan waktu serta implikasinya pada
perubahan yang tidak seimbang. Dari sinilah kemudian ketiga bentuk ekologi baru
itu muncul:
Agenda
baru dalam debat mengenai ekologi baru dan ilmu sosial dapat ditemukan dalam
berbagai ranah keilmuan dari mulai antropologi ekologi, ekologi politik, ekonomi
ekologi dan analisis postruktural dalam tema nature-culture (alam-budaya). Ada tiga hal yang penting untuk
dipahami dalam hal ini yaitu berkaitan dengan: dinamika ruang dan waktu yang
berkembang dalam analisa ‘people in places’,
analisa historis untuk menjelaskan perubahan lingkungan; tumbuhnya pemahaman
mengenai lingkungan sebagai produk dan setting
dalam interaksi manusia yang berkaitan dengan analisa dinamika struktural
dari proses-proses lingkungan dengan perhatian pada agen manusia dalam
transformasi lingkungan sebagai bagian dari pendekatan strukturasi; serta yang
terakhir perhatian pada kompleksitas dan ketidakpastian sistem ekologis,
sehingga di dalamnya prediksi, pengelolaan dan pengendalian bisa dilakukan jika
memungkinkan.
Dalam
konteks memahami sejarah lingkungan, perlu dilihat tradisi-tradisi dalam
landscape studies yang fokus pada interaksi antara landscape dan sejarah yang
dilakukan oleh sejarawan lingkungan. Minat dalam berbagai interseksi keilmuan
seperti sosial, politik, ekonomi dan perubahan lingkungan telah mendorong
berbagai kajian secara meluas. Tradisi sejarah lingkungan memunculkan
metodologi yang baru dengan menggunakan metode hybrid interdisipliner yang
menekankan pada pemahaman proses-proses sosial dan ekologis kontemporer yang
mengcounter oandangan Malthusian dan keseimbangan alam (balance of nature). Sejumlah metode (kuantitatif, kualitatif,
tekstual) dalam ilmu alam dan ilmu sosial diintegrasikan untuk melihat proses
perubahan landscape dan lingkungan, proses-proses sosial politik yang
berpengaruh dan terjadi akibat perubahan lingkungan seperti: perubahan
simbol-simbol budaya, intepretasi dan makna. Sejumlah studi menunjukan sebagai
contoh, bagaimana landscape diciptakan melalui tindakan manusia, termasuk warisan
masa lalu yang diharapkan maupun tidak diharapkan. Pemahaman mengenai sejarah
penggunaan tanah dan persinggungan (interseksi) antara proses-proses sosial,
kelembagaan, politik dan ekonomi menjadi sangat penting. Beberapa kajian
menekankan pada keragaman dan kompleksitas perubahan pola spasial dan temporal
yang beresonansi dengan dinamika nonlinear, keragaman batas dan pentingnya
interaksi sosial ekologi dalam ekologi baru. Beberapa pendekatan sejarah
menjadi dasar penting dari rekonseptualisasi dinamika perubahan lingkungan
manusia.
Gambar diambil dari: http://radarpena.com/read/2015/02/03
Pemikiran
ekologi baru juga menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang linear dalam relasi
antara manusia dengan alam dalam proses perubahan lingkungan. Lingkungan secara
dinamis diciptakan nonlinear, nondeterministik dan saling bergantung.
Proses-proses sosial, politik, ekonomi dan ekologis berinteraksi secara
dinamis, dimana dalam hal ini diperlukan analisa yang lebih detail mengenai
interaksi struktur dan individu dalam skala lokal dan global. Beberapa perspektif
memerlukan analisis untuk bergeser dari fungsionalis sederhana dan deterministik
yang mendominasi dalam antropologi ekologi dan pendekatan serupa yang digunakan
oleh ilmu sosial di masa lalu. Meskipun muncul beberapa perdebatan, tantangan
baru dalam ilmu sosial adalah memberikan perhatian pada pemikiran ekologis yang
nonequilibrium. Argumen yang lebih luas
mengenai interaksi antara struktur dan skala agen harus menjadi pusat
dari dinamika pemahaman interaksi antara manusia dengan alam.
Lingkungan dalam skala yang
berbeda dilihat sebagai produk dan pola dari tindakan manusia. Hal ini
berimplikasi pada perspektif dalam sistem sosial ekologi yang lebih luas
sebagai hasil dari perubahan yang berkelanjutan maupun tidak berkelanjutan
dalam konteks yang spesifik yang ditandai dengan kompleksitas, ketergantungan
dan dinamika non linear. Hal ini bisa dilihat misalnya dalam kajian mengenai
proses-proses dimana praktik-praktik lokal seperti bertani, mengolah tanah,
menebang pohon, mengolah rawa, membakar, menggembala, berburu dan sebagainya,
mempengaruhi lingkungan dari waktu ke waktu dan bagaimana perpaduan antara
perilaku yang diinginkan dan yang tidak diinginkan oleh aktor sosial yang
berbeda menghadirkan dinamika lingkungan dan ekologi tertentu. Beberapa praktik
ekologi, memunculkan aspek-aspek yang penting dalam dinamika alam dan perubahan
lingkungan dan bagaimana ini kemudian berkaitan dengan proses-prosessosial
budaya. Implikasi metodologi dari praktik ekologi semacam ini adalah membedakan
para aktor dengan mengacu pada status sosial, akses dan kontrol produksi dan
bagaimana pengendalian konflik berdampak pada eksploitasi dan pengelolaan
sumberdaya alam tertentu seperti yang dijumpai dalam kehidupan sosial individu.
Selanjutnya ekologi baru juga
memberikan pandangan yang penting pada kompleksitas dan nonlinearitas dalam
sistem ekologi. Hal inilah yang memunculkan konsekuensi penting pada persepsi
tentang praktik, kebijakan dan persepsi tentang lingkungan. Ketidakpastian,
interdeteminasi dan keterkejutan merupakan inti dari dinamika ekologis. Sistem
pengetahuan kita yang tidak lengkap serta sistem itu sendiri yang memungkinkan
kita untuk menemukan banyak kejutan. Isu-isu tentang risiko, ketidakpastian dan
interdeteminasi juga menjadi perhatian bagi para sosiolog dalam mengeksplorari
isu mengenai respon-respon publik dan kebijakan terhadap isu lingkungan. Hal
ini juga secara khusus menekankan wilayah-wilayah yang penting dimana berbagai
kebijakan, praktik dan pemahaman kita mengenai lingkungan ditantang oleh sebuah
perspektif alternatif dengan adanya kompleksitas dan ketidakpastian dalam ilmu
pengetahuan. Pemahaman pada proses-proses interaksi dari berbagai pengetahuan
mengenai lingkungan dalam ketidakpastian ilmiah menjadi penting untuk
dilakukan. Memahami negosiasi berbagai keahlian membutuhkan sudut pandang untuk
mengkerangkai konstruksi pengetahuan tentang lingkungan dan model-model wacana
yang muncul. Kompleksitas dan ketidakpastian dalam ilmu ekologi memunculkan
kesempatan untuk menghubungkan konteks kelembagaan dan organisasional dengan
manajemen lingkungan.
Scoones, Ian. “New Ecology and the Social Sciences: What
Prospect for a Fruitful Engagement”. Annual Review of Anthropology. 1999,
Volume 28, pp 479-507.
(Dwi Wulan Pujiriyani/SPD 2015)
No comments:
Post a Comment