Friday, May 27, 2016

Giddens dan Bourdieu


 
Kubu Subjektifis Versus Objektifis:
 Memahami Strategi Transendensi Giddens dan Bourdieu




Nicos Mouzelis mengawali diskusinya dengan memunculkan konteks ‘war of paradigms’ atau perang paradigma yang terjadi dalam ilmu sosial akibat proliferasi paradigma-paradigma teoritis. Hal ini bisa dilihat dari kelompok intepretatif atau mikrososiologi yang menolak semua pandangan struktural fungsional sebagai sebuah reifikasi, sementara itu kelompok makro sosiolog menggarisbawahi karakter miopik atau remeh temeh dari kelompok mikrososiologi. Perbedaan juga dijumpai pada kelompok strukturalis yang melihat bahwa sosiologi konvensional (makro dan mikro sosiologi) tidak mampu mengungkap tatanan yang ada dibalik keteraturan yang terlembagakan dan hanya mampu melihat hal yang sangat permukaan atau dangkal (surface). Terakhir adalah pandangan kelompok postrukturalis, yang kembali pada pendekatan-pendekatan eksklusif mengenai praktik-praktik diskursif dan kontribusi mereka terhadap formasi subyektifitas/identitas. Dalam konteks perang paradigma inilah, Nicos Mouzelis memunculkan pandangan Giddens dan Bourdieu yang berupaya untuk melampaui kedua kubu subjektifisdan objektifis. Baik Giddens maupun Bourdieu berupaya untuk melampaui kegagalan pemisahan antara subyektifis dan obyektifis.

Dualitas struktur: Strategi Transendensi Giddens

Bagi Giddens, cara untuk mengatasi jurang antara subyektifis dan obyektifis adalah menteoritisasikan relasi subjek-objek dalam terminologi dualitas dan bukan dualisme. Mengacu pada Giddens, tipe pemisahan atau jarak antara subjek dengan objek menghasilkan kekhususan antara perspektif objektifis dan subjektifis - sebuah karakter yang menciptakan kesepakatan tanpa menghilangkan kontroversi dalam disiplin tersebut.
Giddens mengikuti perbedaan antara langue-parole dalam lingustik untuk mengkonseptualisasikan antara tatanan dunia virtual dengan sumberdaya (level paradigmatik), yang diaktualisasikan dalam level sintagmatik, dimana subjek digambarkan bertindak dalam konteks sosial yang konkret. Dari sudut pandang ini, struktur-struktur (aturan dan sumberdaya) tidak hanya menghambat tetapi juga memungkinkan. Mereka baik dalam cara (means) atau hasil (outcomes), means adalah cara subjek menggunakan aturan dan sumberdaya untuk bertindak dan berinteraksi, outcome adalah bahwa mereka juga mereproduksi struktur. Jika ini diterima, objek (struktur) bukan sesuatu yang terpisah dari subjek.
Menurut Giddens, kita tidak perlu bicara tentang dualisme subjek dan obyek, tetapi dualitas subjek dan objek. Konsep Giddens ini hanya memuaskan untuk menjelaskan penggunaan aturan dan sumberdaya oleh subjek dalam perilaku yang alamiah, tetapi tidak memuaskan untuk menjelaskan situasi dimana subjek mengambil jarak dari aturan dan sumberdaya untuk alasan investigasi atau monitoring. Konsep Giddens ini dikritik karena tidak memadai untuk menjelaskan kasus ketika aturan dan sumberdaya tidak bekerja sebagai cara bertindak tetapi sebagai tujuan strategis, sebagai obyek bahwa subjek mendekati secara teoritis, dan kritis.
Terdapat derajat jarak atau derajat strategi paradigmatik yang terkadang tidak terlalu menjadi pertimbangan tetapi di lain waktu bisa menjadi dominan. Mode dimana subjek berelasi dengan aturan dan sumberdaya selalu mengikutsertakan campuran antara praktikal, teoritikal dan orientasi strategi monitoring. Dominasi ini dapat berubah tergantung pada konteksnya. Paham refleksifitas yang digunakan Giddens tidak bisa menjustifikasi eliminasi pemahaman dualisme subjek-objek. Oleh karenanya diperlukan konsep yang memungkinkan kita untuk menyadari bahwa strategi distancing atau paradigmatik terkadang lemah atau tidak penting dan terkadang kuat atau sangat dominan. Kita memerlukan konsep yang menekankan bahwa relasi paradigmatik antara subyek dengan obyek dipahami, situasinya tidak konstan tetapi bervariasi. Oleh karenanya konsep refleksifitas tidak bisa dieliminasi tetapi sebaliknya, memerlukan penggunaaan dualitas subjek-objek seperti halnya dualisme dalam level paradigmatik.
Selanjutnya juga apa yang disebut Giddens dengan sistem sosial dan karakteristik strukturalnya hampir berdekatan dengan apa yang disebut Nicos sebagai struktur relasional dan distribusional dalam level sintagmatik. Faktanya ketika Giddens bergerak dari level paradigmatik (sistem virtual dari aturan dan sumberdaya) ke level sintagmatik (sistem sosial yang dibangun dari pola-pola relasi yang menggambarkan properti struktural) dalam level ini dualisme antara subjek dan objek diperkenalkan kembali. Teori strukturasi tidak memungkinkan variabilitas subjek-objek. Berbicara mengenai 'obyektif' eksistensi properti strukyural dimana individu tidak mungkin berubah menjelaskan bahwa diantara subjek dan objek sosial terdapat apa yang disebut Giddens sebagai objektifis atau sosiologi struktural. Perbedaan antara Nicos dengan Giddens adalah bahwa Giddens memberikan pembedaan yang jelas antara subjek dan objek dalam level sintagmatik tetapi tidak dalam level paradigmatik. Nicos sebaliknya berarguman bahwa perbedaan antara subjek-objek harus dilihat dari kedua lebel. Dalam level paradigmatik juga harus dilihat, sehingga ada perbedaan yang jelas antata subjek dan struktur sosial yang virtual (relasi atau distribusi alamiah).






Habitus : Strategi transendensi Bourdieu

Jika Giddens menyebutkan bahwa konsep dualitas struktur bisa mengkerangkai pemisahan antara subjektifis dan objektifis karena dualitas struktur menyinggung baik subjektif (struktur adalah tindakan dari subjek) dan objektif (struktur adalah hasil objektif, maka Bourdieu berupaya untuk menggunakan konsep habitusnya, yang mengacu pada disposisi subjek pada skema persepsi, kognisi dan evaluasi bahwa aktor memperolehnya dari sosialisasi yang berbeda-beda. Skema generatif atau disposisi ini disebut dengan internalisasi struktur sosial atau kelekatan sejarah.
Bagi Bourdieu, habitus memainkan peran 'transendensi'. Internalisasi dalam struktur sosial yang obyektif memerlukan objektifiti, sementara relasi subjek dalam konteks sosial yang spesifik memerlukan 'practical manner' ini yang kemudian disebut subjektifitas. Habitus memiliki karakter otomatis semu dan ketidaksadaran semu, dimana konteks objektif didalamnya adalah bahwa subjek tidak memiliki pengetahuan praktis mengenai hal tersebut. Bagi Bourdieu habitus bisa menjawab pemisahan subjektif dan objektif melalui ketidaksadaran struktural (objektif) dan elemen konstruksionis pendekatan subjektifis.
Kalau Giddens menggunakan strategi paradigmatik, Bourdieu menggunakan strategi sintagmatik. Bourdieu melihat praktik sosial sebagai hasil dari dimensi disposisional dalam sebuah permainan sosial. Konsepnya mengenai 'field’ (sebagai sebuah bangunan posisi-posisi sosial yang memerlukan power/kapital) mengacu pada struktur objektif. Habitus mengindikasikan bahwa struktur sosial diinternalisasikan serta internalisasi sosial struktur menjadi asal muasal dari praktik-praktik subjek. Dalam skema Bourdie praktik berasal dari: field (dimensi posisi) - habitus (dimensi disposisional)-praktik-praktik sosial. Yang hilang dalam skema ini adalah dimensi situasional interaktif. Praktik-praktik sosial tidak bisa sepenuhnya dijelaskan dalam terminologi posisi dan disposisi. Penjelasan mengenai kerelaan, dimensi interaktif situasional juga harus diperhitungkan.

(Dwi Wulan Pujiriyani/SPD 2015)

Referensi
Mouzelis, Nicos P. 2008. Modern and Postmodern Social Theorizing: Bridging the Divide. New York: Cambridge University Press.

No comments:

Post a Comment

Pemuda dan Pertanian

Pemuda dan Pertanian di Malawi Blessing Chinsinga dan Michael Chasukwa. 2012. ‘Youth, Agriculture and Land Grabs in Malawi’. IDS...