Thursday, December 3, 2015

Teori Pilihan Rasional




Teori-Teori Pilihan Rasional: George Homans, Peter Blau dan James Coleman




Ruth A Wallace & Naomi Wolf. 2006. Contemporary Sociological Theory. Chapter Seven. Upper Sadle River, NJ: Pearson Prentice Hall.



Teori pilihan rasional dibangun dengan asumsi dasar bahwa ‘individu itu rasional serta mendasarkan perilaku mereka pada apa yang mereka anggap paling efektif untuk mencapai tujuan mereka.’ Frase dasar yang mendasari pendekatan ini yaitu ‘ada harga untuk segala sesuatu’ (there is a price for everything) dan ‘semua itu ada harganya’ (everything has its price). Teori pilihan rasional adalah cara untuk memahami bahwa perilaku seseorang terhadap orang yang lain harus dilihat sebagai sebuah keputusan yang rasional dalam konteks dunia yang serba terbatas ini. Dalam hal inilah, teori pilihan rasional mencoba untuk melihat bagaimana individu-individu membuat pilihan-pilihannya. 
                Pendekatan pilihan rasional dikenal pertama kali secara luas dalam sosiologi dalam konteks teori  pertukaran (exchange theory). Teori pertukaran mengkonseptualisasikan interaksi sosial sebagai sebuah pertukaran barang ataupun jasa dari mulai makanan dan tempat tinggal sampai dengan simpati atau persetujuan sosial baik yang nyata maupun tidak. Seseorang akan memilih apakah akan ikut ambil bagian atau berpartisipasi dalam sebuah pertukaran setelah mereka memperhitungkan biaya dan timbal balik yang akan diperoleh dan akan menentukan pilihan yang dianggap paling menarik. Dalam hal ini disebutkan bahwa semua interaksi antar individu bermuara pada skema memberi dan menerima secara setara.
                Penekanan teori-teori pertukaran pada rasionalitas individu dimunculkan oleh banyak teoritisi di abad 19. Baik ekonom maupun ahli filsafat menekankan pada aktivitas dan pilihan individu. Kaum utilitarian misalnya menggambarkan bahwa individu berkepentingan untuk menyenangkan dirinya, menolak rasa sakit dan secara aktif berupaya mencapai keinginan mereka. Mereka juga beralasan bahwa perilaku bermoral atau tidak akan bergantung pada seberapa banyak perilaku tersebut berguna bagi sejumlah individu. Sebaliknya sosiolog-sosiolog awal, tidak terlalu tertarik dengan perspektif pertukaran ini kecuali George Simmel yang secara khusus berupaya mengidentifikasi bagaimana dan mengapa individu membuka diri untuk berbagai bentuk hubungan dengan orang lain. Simmel berargumen bahwa motif mereka adalah untuk memuaskan kebutuhan dan mencapai tujuan-tujuan pribadinya. Dalam hal ini, meskipun seseorang tidak menerima imbalan yang seoadan, interaksi mereka selalu ditandai dengan bentuk-bentuk resiprositas dan oleh karenanya dilihat sebagai satu bentuk pertukaran.
               
Pengaruh-pengaruh Intelektual Teori Pilihan Rasional

Beberapa pengaruh intelektual yang diadopsi dalam teori pilihan rasional dapat ditemukan dalam beberapa ilmu sosial yang lain seperti: antropologi, ekonomi dan psikologi. Dalam antropologi, konsep Bronislaw Malinowski yang didasarkannya pada penelitiannya mengenai masyarakat Trobriand menunjukan bahwa pertukaran yang saling menguntungan (mutual exchange) merupakan dasar dari kohesi sosial. Para antropolog dan teoritisi pertukaran berargumen bahwa aspek utama dalam pertukaran adalah cara mereka mengikat masyarakat secara bersama-sama melalui sebuah kewajiban yang saling menguntungkan sehingga membangun sebuah kohesi sosial. Para antropolog juga menyadari adanya relasi antara kekuasaan dan hadiah yang dipertukarkan. Disinilah, Marcel Mauss menekankan adanya ‘kewajiban’ dan ‘kepentingan’ dari adanya hadiah ataupun bentuk lain yang dipertukarkan. Hadiah (gift) secara intrinsik berkaitan dengan bagaimana kekuasaan dan keutamaan ditentukan dalam sebuah masyarakat, bagi penerima hadiah merupakan sebuah ketidakberuntungan kecuali mereka bisa memenuhi kewajiban mereka dengan membuat pengembalian yang sepadan. Varian teori pilihan rasional dalam sosiologi dan khususnya teori pertukaran, memfokuskan pada eksistensi norma-norma yang mengatur perubahan sosial. Dalam hal inilah, sosiologi berhutang kepada antropologi mengenai eksistensi norma-norma pengikat resiprositas. Resiprositas merupakan aturan yang diberlakukan oleh masyarakat
                Sementara dalam ilmu ekonomi, sebagaimana corpus yang dikembangkan oleh ekonom besar seperti Adam Smith, David Ricardo dan Carl Menger mengenai perilaku individu dalam konteks pasar, teori pilihan rasional menekankan pada bagaimana pentingnya kita hidup dalam dunia yang terbatas dimana kita tidak bisa memperoleh semua kekayaan/barang-barang, status, ataupun dukungan emosional yang kita inginkan. Teori pilihan rasional mengadopsi 4 proposisi dasar dalam ekonomi yaitu: 1) individu selalu adalah pencari untuk yang terbesar, membuat keputusan-keputusan dengan dasar selera dan kesenangan mereka; 2) semakin banyak seseorang memiliki sesuatu, semakin ia tidak tertarik untuk memperoleh lebih banyak; 3) harga dari barang dan pelayanan di pasar bebas ditentukan oleh selera penjual dan pembeli, semakin besar permintaan akan suatu barang, maka nilainya akan semakin tinggi, begitu pun dengan harganya. Semakin banyak barang tersedia, semakin kecil nilainya dan semakin rendah harganya; 4) barang-barang secara umum akan lebih mahal jika mereka disediakan secara monopoli dibandingkan jika barng-barang tersebut disediakan secara kompetitif. Proposisi yang pertama berkaitan dengan asumsi pada psikologi yang mendasari individu. Jika ekonom fokus pada situasi dimana mereka bisa membandingkan keuntungan finansial dengan beberapa alternatif perilaku, maka sosiolog lebih tertarik pada situasi dimana tidak ada harga atau keuntungan yang menarik. Teoritisi pilihan rasional percaya bahwa seseorang bisa secara jelas membandingkan mana yang menguntungkan dan mana yang tidak. Proposisi kedua berkaitan dengan penyusutan nilai guna (diminishing marginal utility). Proposisi ketiga dan keempat berkaitan dengan harga ketika seseorang melakukan pertukaran. Bagi sosiolog, proposisi ini diperluas dengan argumen bahwa interaksi sosial atau pertukaran juga melibatkan harga yang ditentukan oleh permintaan, penawaran dan kemampuan pembeli dalam memperoleh apa yang mereka inginkan.
                Pengaruh yang ketiga berasal dari ilmu psikologi. Dalam hal ini pengaruh psikologi terlihat dalam konsepnya mengenai fenomena yang tidak bisa diamati (unobservable phenomena) terutama mengenai nilai-nilai individu serta moralitas pertukaran sosial. Bagaimana bisa menggambarkan tentang kesepakatan maupun ketidaksepakatan berkaitan dengan apa yang harus dibayar atau diperoleh dalam sebuah pertukaran, apa yang terjadi ketika harapan-harapan tidak terpenuhi.

Homans, Peter Blau dan Coleman

Teoritisi pertama yang berkaitan dengan teori pilihan rasional adalah Homans. Homans menunjukan prinsip-prinsip dasar dari aktivitas manusia yang harus dilihat dalam perilaku suatu kelompok. Homans meyakini bahwa dasar perilaku sosial dapat dijelaskan dari proposisi dasar mengenai psikologi dan motivasi individu. Ia berargumen bahwa penjelasan yang memuaskan mengenai fenomena sosial harus dijelaskan secara psikologis; prinsip-prinsip dalam psikologi merupakan dasar yang membangun penjelasan semua ilmu sosial dan oleh karenanya tidak ada penjelasan yang semurni dalam penjelasan psikologi.
                Ada beberapa statement umum dari Homans yaitu: 1) the succes proposition (untuk semua tindakan yang dilakukan oleh individu, semakin suatu tindakan mendapat imbalan, semakin individu akan melakukan tindakan yang serupa); 2) the stimulus proposition (jika di masa lalu terdapat stimulus tertentu dimana tindakan individu memperoleh imbalan, maka tindakan yang sekarang pun harus diberikan stimulus yang sama agar individu dapat menunjukan perilaku yang sama pula; 3) the value proposition (Yang mendapat nilai lebih bagi seseorang adalah hasil dari tindakannya), the rationality proposition (kombinasi antara 1 dan 3; 4) the deprivation-satiation proposition (Semakin sering seseorang menerima imbalan di masa lalunya, semakin tidak bernilai imbalan yang diberikan tersebut); 5) the aggression-approval proposition (ketika tindakan seseorang tidak memperoleh imbalan yang diharapkan atau justru memperoleh hukuman yang tidak diharapkan, dia akan marah, berperilaku agresif, dan akhirnya berperilaku yang menurutnya bernilai-hipotesis agresi frustatif; ketika tindakan seseorang menerima imbalan yang diharapkan, khususnya imbalan yang lebih besar dari yang diharapkan atau tidak menerima hukuman seperti yang diharapkan, ia akan menjadi senang, akan semakin menunjukan perilaku yang serupa dan perilaku itu akan dianggap sebagai perilaku yang semakin bernilai baginya).
                Homan tidak secara khusus mendiskusikan pertukaran perilaku tetapi lebih mengenai prinsip-prinsip umum, yang diterapkan pada seluruh bentuk aktivitas sosial dan menyatukannya dengan emosi-emosi individu. Menurutnya perilaku sosial adalah sebuah aktivitas pertukaran diantara dua orang. Dalam hal inilah kemudian tugasnya adalah menjelaskan pertukaran imbalan yang terjadi secara berulang diantara individu yang akan menghasilkan sebuah relasi interpersonal. Prinsip umum dari tindakan adalah inti dari teori pilihan rasionalnya.
    Teoritisi selanjutnya adalah Peter Blau. Blau memunculkan konsep mengenai kekuasan dan integrasi sosial serta perspektif pilihan rasional dalam mengkaji mengenai struktur kelembagaan dan pembangunan nilai-nilai kolektif. Penjelasan Blau mengenai asal mula dan prinsip-prinsip pengaturan dalam perilaku pertukaran memiliki kemiripan dengan Homans. Jika Homans lebih melihat pada konteks teori deduktif perilaku secara umum, maka Blau melihat ‘pertukaran’ sebagai aspek khusus dari sebagian besar perilaku. Blau memfokuskan pada perilaku yang dilakukan individu secara sukarela karena termotivasi oleh timbal balik yang mereka harapkan. Blau memperluas penjelasan Homans mengenai relasi interpersonal dengan diskusi yang lebih eksplisit mengenai pertukaran sosial dan analisis tujuan individu secara umum dalam pertemanan dan hubungan percintaan. Kontribusinya pada teori pertukaran adalah perhatiannya pada hubungan antara pertukaran dan integrasi masyarakat secara luas serta pertukaran berbasis pada kekuasaan baik pada sebuah kelembagaan yang besar maupun dalam sebuah kelompok-kelompok yang kecil.
                Blau percaya bahwa pertukaran sosial sangat penting dalam integrasi sosial. Dia berargumen bahwa fungsi sosial dari pertukaran adalah menciptakan ikatan pertemanan serta membangun subordinasi ataupun justru dominasi. Blau beragumen bahwa pertukaran meningkatkan intergrasi sosial dengan menciptakan kepercayaan, mendorong diferensiasi, memaksakan kepatuhan terhadap norma-norma kelompok dan mengembangkan nilai-nilai kolektif. Blau juga menekankan pentingnya pertukaran sosial dalam mengelola kesan (impression) atau bagaimana individu menampilkan diri mereka kepada orang lain. Seseorang umumnya ingin dilihat dengan dua cara: yaitu sebagai ‘kolega/sejawat’ (associate) sehingga diharapkan bisa mendatangkan manfaat dan timbal balik yang menguntungkan; serta sebagai ‘sahabat’ (companion) yang kehadirannya secara instrinsik dianggap berguna. Impresi atau kesan oleh karenanya menjadi ‘harga’ yang sangat penting dalam sebuah pertukaran sosial.
                Selain itu, Blau juga menjelaskan mengenai faktor penentu dalam pertemanan dan percintaan. Ia berasumsi bahwa orang menghargai status. Blau mendefinisikan status sebagai pengakuan secara umum yang diberikan oleh orang lain pada sejumlah penghargaan ataupun pertemanan yang dimiliki seseorang. Hal ini berarti: pertama, pergaulan sosial dan pertemanan secara umum terjadi diantara orang-orang yang memiliki  kedudukan sosial yang sepadan; kedua, hubungan antara mereka yang tidak sepadan akan berjalan jika ketidakseimbangan ini dipahami dan dikenali secara jelas. Proposisi pertama menjelaskan bahwa orang-orang dengan posisi sosial yang berbeda memiliki ketertarikan dan gaya hidup yang berbeda, status menghendaki bahwa si inferior tidak bisa bersama-sama dengan mereka yang superior dengan mengabaikan perbedaan ini. Proposisi kedua menjelaskan bahwa orang-orang dengan status yang tidak terlalu aman selalu terancam dilihat sebagai orang-orang berstatus rendah. Sebaliknya mereka yang memiliki status yang jelas tidak akan terpengaruh oleh apapun. Pertimbangan dalam pertukaran ini menjelaskan pentingnya ‘status’ dalam hubungan percintaan yang romantis maupun dalam hubungan pertemanan.
Teoritisi ketiga adalah Coleman. Coleman mencoba untuk mengaitkan level mikro dan level makro dari perspektif pilihan rasional. Coleman mengelaborasi efek relasi pertemanan jangka panjang pada diskusi mengenai ‘trust’ atau kepercayaan. Dia menekankan bagaimana manusia berinteraksi dengan didasarkan pada kepercayaan. Bagaimana seseorang berperilaku dapat dimodelkan sebagaimana pertemuan antara dua orang atau seperti halnya dalam sebuah permainan dimana kita bisa melihat bahwa orang-orang secara umum mengikuti aturan yang sederhana. Jika saya bekerjasama dengan seseorang  sekarang, maka nanti dia juga akan bekerjasama dengan saya. ‘Nanti’ atau ‘next time’ adalah sebuah nilai tentang masa depan, nilai yang tinggi mengenai sebuah kesempatan untuk bertemu kembali. Coleman kemudian juga mengistilahkannya dengan ‘tit for tat’ seperti halnya dalam sebuah permainan atau game. Saya akan berbuat seperti apa yang kami perbuat kepada saya sebelumnya. Jika kamu mengkhianati saya, saya mengkhianatimu juga, jika kamu bekerjasama dengan sama, saya juga akan bekerjasama denganmu”. ‘Tif for tat’ merupakan sebuah strategi untuk memenangkan sebuah permainan, dengan menciptakan sebuah kelompok sosial yang kooperatif dan stabil.
                Pendekatan Coleman mengenai trust dan perilaku kerjasama menawarkan sebuah diskusi tentang perkembangan norma-norma sosial yang didalamnya terdapat kerangka umum dari pilihan rasional. Permainan yang dianalisis Coleman memberikan satu penjelasan bahwa norma-norma kelompok muncul secara alamiah dari interaksi rasional diantara anggota kelompok. Dalam pandangan Coleman, norma adalah mengenai sebuah kelakuan atau perilaku khusus yang ada ketika hak-hak yang didefinisikan secara sosial untuk mengendalikan perilaku tersebut dilakukan bukan oleh aktor yang bersangkutan melainkan oleh orang lain. Coleman tertarik dengan perkembangan norma sosial karena dia mendasarkan perhatiannya pada transisi antara level makro dan level mikro. Dalam perspektif Coleman, munculnya norma-norma merupakan sebuah prototipe mikro transisi ke makro transisi karena proses-proses harus muncul dari perilaku individu dan bukan dari norma itu sendiri sebagai sebuah sistem tingkatan.
Coleman menawarkan sebuah analisis formal mengenai trust, norma-norma yang mendasari, dimana didalamnya ditemukan konsep-konsep tentang hak. Kamu dapat memiliki hak untuk melakukan sesuatu, dan kamu juga punya hak untuk mengatur perilaku-perilaku orang lain. Membeli sesuatu berarti juga berhak untuk mengkonsumsinya. Inilah yang kemudian digambarkannya sebagai sebuah pertukaran. Coleman menekankan bahwa secara mendasar hak-hak terletak pada fondasi sosialnya. Hak-hak akan muncul, menghilang dan diambil dari satu aktor serta diberikan kepada aktor sosial melalui pengakuan sosial. Hak-hak akan bergantung pada kekuasaan mereka yang menerapkan hak tersebut.
Bagi saya teori pilihan rasional merupakan perspektif yang sangat menarik. Jika ada dua sikap terhadap teori ini yaitu pertama yang menempatkan teori ini dalam tempatnya yang terhormat sebagai basis teori sosiologi masa depan dan yang kedua yang mengkritiknya karena basis teori yang dianggap keliru atau tidak lengkap dalam melihat dunia manusia, tidak mampu menjelaskan fokus utama dari sosiologi dan secara mendasar telah melakukan pengulangan pada asumsi utama bahwa perilaku harus rasional dan dapat menjelaskannya kemudian, maka saya berada pada posisi mendukung perspektif ini dalam membangun upaya memahami perilaku sosial. Secara jelas dikatakan bahwa teori pilihan rasional akan berhasil diterapkan ketika digunakan untuk menganalisis perilaku dalam kelompok kecil atau interaksi yang bersifat face to face. Perspektif mikro bagi saya tetap selalu menjadi perspektif yang menarik dan saya kira tidak selalu upaya menunjukan bahwa analisis yang bersifat general dan berlaku dalam satu kelompok yang lebih besar itu lebih bisa diterima.

Dwi Wulan Pujiriyani (SPD/2015)

No comments:

Post a Comment

Pemuda dan Pertanian

Pemuda dan Pertanian di Malawi Blessing Chinsinga dan Michael Chasukwa. 2012. ‘Youth, Agriculture and Land Grabs in Malawi’. IDS...