Teori-Teori
Pilihan Rasional: George Homans, Peter Blau dan James Coleman
Ruth A Wallace & Naomi Wolf. 2006. Contemporary
Sociological Theory. Chapter Seven. Upper Sadle River, NJ: Pearson Prentice
Hall.
Teori pilihan rasional dibangun dengan asumsi dasar
bahwa ‘individu itu rasional serta mendasarkan perilaku mereka pada apa yang
mereka anggap paling efektif untuk mencapai tujuan mereka.’ Frase dasar yang
mendasari pendekatan ini yaitu ‘ada harga untuk segala sesuatu’ (there is a price for everything) dan
‘semua itu ada harganya’ (everything has
its price). Teori pilihan rasional adalah cara untuk memahami bahwa
perilaku seseorang terhadap orang yang lain harus dilihat sebagai sebuah
keputusan yang rasional dalam konteks dunia yang serba terbatas ini. Dalam hal
inilah, teori pilihan rasional mencoba untuk melihat bagaimana
individu-individu membuat pilihan-pilihannya.
Pendekatan
pilihan rasional dikenal pertama kali secara luas dalam sosiologi dalam konteks
teori pertukaran (exchange theory). Teori pertukaran mengkonseptualisasikan interaksi
sosial sebagai sebuah pertukaran barang ataupun jasa dari mulai makanan dan
tempat tinggal sampai dengan simpati atau persetujuan sosial baik yang nyata
maupun tidak. Seseorang akan memilih apakah akan ikut ambil bagian atau
berpartisipasi dalam sebuah pertukaran setelah mereka memperhitungkan biaya dan
timbal balik yang akan diperoleh dan akan menentukan pilihan yang dianggap
paling menarik. Dalam hal ini disebutkan bahwa semua interaksi antar individu
bermuara pada skema memberi dan menerima secara setara.
Penekanan
teori-teori pertukaran pada rasionalitas individu dimunculkan oleh banyak
teoritisi di abad 19. Baik ekonom maupun ahli filsafat menekankan pada
aktivitas dan pilihan individu. Kaum utilitarian misalnya menggambarkan bahwa
individu berkepentingan untuk menyenangkan dirinya, menolak rasa sakit dan
secara aktif berupaya mencapai keinginan mereka. Mereka juga beralasan bahwa
perilaku bermoral atau tidak akan bergantung pada seberapa banyak perilaku
tersebut berguna bagi sejumlah individu. Sebaliknya sosiolog-sosiolog awal,
tidak terlalu tertarik dengan perspektif pertukaran ini kecuali George Simmel
yang secara khusus berupaya mengidentifikasi bagaimana dan mengapa individu
membuka diri untuk berbagai bentuk hubungan dengan orang lain. Simmel
berargumen bahwa motif mereka adalah untuk memuaskan kebutuhan dan mencapai
tujuan-tujuan pribadinya. Dalam hal ini, meskipun seseorang tidak menerima
imbalan yang seoadan, interaksi mereka selalu ditandai dengan bentuk-bentuk
resiprositas dan oleh karenanya dilihat sebagai satu bentuk pertukaran.
Pengaruh-pengaruh
Intelektual Teori Pilihan Rasional
Beberapa pengaruh intelektual yang diadopsi dalam
teori pilihan rasional dapat ditemukan dalam beberapa ilmu sosial yang lain
seperti: antropologi, ekonomi dan psikologi. Dalam antropologi, konsep
Bronislaw Malinowski yang didasarkannya pada penelitiannya mengenai masyarakat
Trobriand menunjukan bahwa pertukaran yang saling menguntungan (mutual exchange) merupakan dasar dari
kohesi sosial. Para antropolog dan teoritisi pertukaran berargumen bahwa aspek
utama dalam pertukaran adalah cara mereka mengikat masyarakat secara
bersama-sama melalui sebuah kewajiban yang saling menguntungkan sehingga
membangun sebuah kohesi sosial. Para antropolog juga menyadari adanya relasi
antara kekuasaan dan hadiah yang dipertukarkan. Disinilah, Marcel Mauss
menekankan adanya ‘kewajiban’ dan ‘kepentingan’ dari adanya hadiah ataupun
bentuk lain yang dipertukarkan. Hadiah (gift)
secara intrinsik berkaitan dengan bagaimana kekuasaan dan keutamaan ditentukan
dalam sebuah masyarakat, bagi penerima hadiah merupakan sebuah
ketidakberuntungan kecuali mereka bisa memenuhi kewajiban mereka dengan membuat
pengembalian yang sepadan. Varian teori pilihan rasional dalam sosiologi dan
khususnya teori pertukaran, memfokuskan pada eksistensi norma-norma yang mengatur
perubahan sosial. Dalam hal inilah, sosiologi berhutang kepada antropologi
mengenai eksistensi norma-norma pengikat resiprositas. Resiprositas merupakan
aturan yang diberlakukan oleh masyarakat
Sementara
dalam ilmu ekonomi, sebagaimana corpus yang dikembangkan oleh ekonom besar
seperti Adam Smith, David Ricardo dan Carl Menger mengenai perilaku individu
dalam konteks pasar, teori pilihan rasional menekankan pada bagaimana
pentingnya kita hidup dalam dunia yang terbatas dimana kita tidak bisa memperoleh
semua kekayaan/barang-barang, status, ataupun dukungan emosional yang kita
inginkan. Teori pilihan rasional mengadopsi 4 proposisi dasar dalam ekonomi
yaitu: 1) individu selalu adalah pencari untuk yang terbesar, membuat
keputusan-keputusan dengan dasar selera dan kesenangan mereka; 2) semakin
banyak seseorang memiliki sesuatu, semakin ia tidak tertarik untuk memperoleh
lebih banyak; 3) harga dari barang dan pelayanan di pasar bebas ditentukan oleh
selera penjual dan pembeli, semakin besar permintaan akan suatu barang, maka
nilainya akan semakin tinggi, begitu pun dengan harganya. Semakin banyak barang
tersedia, semakin kecil nilainya dan semakin rendah harganya; 4) barang-barang
secara umum akan lebih mahal jika mereka disediakan secara monopoli dibandingkan
jika barng-barang tersebut disediakan secara kompetitif. Proposisi yang pertama
berkaitan dengan asumsi pada psikologi yang mendasari individu. Jika ekonom
fokus pada situasi dimana mereka bisa membandingkan keuntungan finansial dengan
beberapa alternatif perilaku, maka sosiolog lebih tertarik pada situasi dimana
tidak ada harga atau keuntungan yang menarik. Teoritisi pilihan rasional
percaya bahwa seseorang bisa secara jelas membandingkan mana yang menguntungkan
dan mana yang tidak. Proposisi kedua berkaitan dengan penyusutan nilai guna (diminishing marginal utility). Proposisi
ketiga dan keempat berkaitan dengan harga ketika seseorang melakukan
pertukaran. Bagi sosiolog, proposisi ini diperluas dengan argumen bahwa
interaksi sosial atau pertukaran juga melibatkan harga yang ditentukan oleh
permintaan, penawaran dan kemampuan pembeli dalam memperoleh apa yang mereka
inginkan.
Pengaruh
yang ketiga berasal dari ilmu psikologi. Dalam hal ini pengaruh psikologi
terlihat dalam konsepnya mengenai fenomena yang tidak bisa diamati (unobservable phenomena) terutama
mengenai nilai-nilai individu serta moralitas pertukaran sosial. Bagaimana bisa
menggambarkan tentang kesepakatan maupun ketidaksepakatan berkaitan dengan apa
yang harus dibayar atau diperoleh dalam sebuah pertukaran, apa yang terjadi
ketika harapan-harapan tidak terpenuhi.
Homans,
Peter Blau dan Coleman
Teoritisi pertama yang berkaitan dengan teori
pilihan rasional adalah Homans. Homans menunjukan prinsip-prinsip dasar dari
aktivitas manusia yang harus dilihat dalam perilaku suatu kelompok. Homans
meyakini bahwa dasar perilaku sosial dapat dijelaskan dari proposisi dasar
mengenai psikologi dan motivasi individu. Ia berargumen bahwa penjelasan yang
memuaskan mengenai fenomena sosial harus dijelaskan secara psikologis;
prinsip-prinsip dalam psikologi merupakan dasar yang membangun penjelasan semua
ilmu sosial dan oleh karenanya tidak ada penjelasan yang semurni dalam
penjelasan psikologi.
Ada
beberapa statement umum dari Homans
yaitu: 1) the succes proposition (untuk
semua tindakan yang dilakukan oleh individu, semakin suatu tindakan mendapat
imbalan, semakin individu akan melakukan tindakan yang serupa); 2) the stimulus proposition (jika di masa
lalu terdapat stimulus tertentu dimana tindakan individu memperoleh imbalan,
maka tindakan yang sekarang pun harus diberikan stimulus yang sama agar
individu dapat menunjukan perilaku yang sama pula; 3) the value proposition (Yang mendapat nilai lebih bagi seseorang
adalah hasil dari tindakannya), the rationality
proposition (kombinasi antara 1 dan 3; 4) the deprivation-satiation proposition (Semakin sering seseorang
menerima imbalan di masa lalunya, semakin tidak bernilai imbalan yang diberikan
tersebut); 5) the aggression-approval
proposition (ketika tindakan seseorang tidak memperoleh imbalan yang
diharapkan atau justru memperoleh hukuman yang tidak diharapkan, dia akan
marah, berperilaku agresif, dan akhirnya berperilaku yang menurutnya
bernilai-hipotesis agresi frustatif; ketika tindakan seseorang menerima imbalan
yang diharapkan, khususnya imbalan yang lebih besar dari yang diharapkan atau
tidak menerima hukuman seperti yang diharapkan, ia akan menjadi senang, akan
semakin menunjukan perilaku yang serupa dan perilaku itu akan dianggap sebagai
perilaku yang semakin bernilai baginya).
Homan
tidak secara khusus mendiskusikan pertukaran perilaku tetapi lebih mengenai
prinsip-prinsip umum, yang diterapkan pada seluruh bentuk aktivitas sosial dan
menyatukannya dengan emosi-emosi individu. Menurutnya perilaku sosial adalah
sebuah aktivitas pertukaran diantara dua orang. Dalam hal inilah kemudian
tugasnya adalah menjelaskan pertukaran imbalan yang terjadi secara berulang
diantara individu yang akan menghasilkan sebuah relasi interpersonal. Prinsip umum
dari tindakan adalah inti dari teori pilihan rasionalnya.
Teoritisi selanjutnya adalah
Peter Blau. Blau memunculkan konsep mengenai kekuasan dan integrasi sosial
serta perspektif pilihan rasional dalam mengkaji mengenai struktur kelembagaan
dan pembangunan nilai-nilai kolektif. Penjelasan Blau mengenai asal mula dan
prinsip-prinsip pengaturan dalam perilaku pertukaran memiliki kemiripan dengan
Homans. Jika Homans lebih melihat pada konteks teori deduktif perilaku secara
umum, maka Blau melihat ‘pertukaran’ sebagai aspek khusus dari sebagian besar
perilaku. Blau memfokuskan pada perilaku yang dilakukan individu secara
sukarela karena termotivasi oleh timbal balik yang mereka harapkan. Blau
memperluas penjelasan Homans mengenai relasi interpersonal dengan diskusi yang
lebih eksplisit mengenai pertukaran sosial dan analisis tujuan individu secara
umum dalam pertemanan dan hubungan percintaan. Kontribusinya pada teori
pertukaran adalah perhatiannya pada hubungan antara pertukaran dan integrasi
masyarakat secara luas serta pertukaran berbasis pada kekuasaan baik pada
sebuah kelembagaan yang besar maupun dalam sebuah kelompok-kelompok yang kecil.
Blau
percaya bahwa pertukaran sosial sangat penting dalam integrasi sosial. Dia
berargumen bahwa fungsi sosial dari pertukaran adalah menciptakan ikatan
pertemanan serta membangun subordinasi ataupun justru dominasi. Blau beragumen
bahwa pertukaran meningkatkan intergrasi sosial dengan menciptakan kepercayaan,
mendorong diferensiasi, memaksakan kepatuhan terhadap norma-norma kelompok dan
mengembangkan nilai-nilai kolektif. Blau juga menekankan pentingnya pertukaran
sosial dalam mengelola kesan (impression)
atau bagaimana individu menampilkan diri mereka kepada orang lain. Seseorang
umumnya ingin dilihat dengan dua cara: yaitu sebagai ‘kolega/sejawat’ (associate) sehingga diharapkan bisa
mendatangkan manfaat dan timbal balik yang menguntungkan; serta sebagai
‘sahabat’ (companion) yang
kehadirannya secara instrinsik dianggap berguna. Impresi atau kesan oleh
karenanya menjadi ‘harga’ yang sangat penting dalam sebuah pertukaran sosial.
Selain
itu, Blau juga menjelaskan mengenai faktor penentu dalam pertemanan dan
percintaan. Ia berasumsi bahwa orang menghargai status. Blau mendefinisikan
status sebagai pengakuan secara umum yang diberikan oleh orang lain pada
sejumlah penghargaan ataupun pertemanan yang dimiliki seseorang. Hal ini
berarti: pertama, pergaulan sosial dan pertemanan secara umum terjadi diantara
orang-orang yang memiliki kedudukan
sosial yang sepadan; kedua, hubungan antara mereka yang tidak sepadan akan
berjalan jika ketidakseimbangan ini dipahami dan dikenali secara jelas.
Proposisi pertama menjelaskan bahwa
orang-orang dengan posisi sosial yang berbeda memiliki ketertarikan dan gaya
hidup yang berbeda, status menghendaki bahwa si inferior tidak bisa
bersama-sama dengan mereka yang superior dengan mengabaikan perbedaan ini.
Proposisi kedua menjelaskan bahwa orang-orang dengan status yang tidak terlalu
aman selalu terancam dilihat sebagai orang-orang berstatus rendah. Sebaliknya
mereka yang memiliki status yang jelas tidak akan terpengaruh oleh apapun.
Pertimbangan dalam pertukaran ini menjelaskan pentingnya ‘status’ dalam
hubungan percintaan yang romantis maupun dalam hubungan pertemanan.
Teoritisi ketiga adalah Coleman.
Coleman mencoba untuk mengaitkan level mikro dan level makro dari perspektif
pilihan rasional. Coleman mengelaborasi efek relasi pertemanan jangka panjang
pada diskusi mengenai ‘trust’ atau
kepercayaan. Dia menekankan bagaimana manusia berinteraksi dengan didasarkan
pada kepercayaan. Bagaimana seseorang berperilaku dapat dimodelkan sebagaimana
pertemuan antara dua orang atau seperti halnya dalam sebuah permainan dimana
kita bisa melihat bahwa orang-orang secara umum mengikuti aturan yang sederhana.
Jika saya bekerjasama dengan seseorang
sekarang, maka nanti dia juga akan bekerjasama dengan saya. ‘Nanti’ atau
‘next time’ adalah sebuah nilai
tentang masa depan, nilai yang tinggi mengenai sebuah kesempatan untuk bertemu
kembali. Coleman kemudian juga mengistilahkannya dengan ‘tit for tat’ seperti halnya dalam sebuah permainan atau game. Saya akan berbuat seperti apa yang
kami perbuat kepada saya sebelumnya. Jika kamu mengkhianati saya, saya
mengkhianatimu juga, jika kamu bekerjasama dengan sama, saya juga akan
bekerjasama denganmu”. ‘Tif for tat’
merupakan sebuah strategi untuk memenangkan sebuah permainan, dengan
menciptakan sebuah kelompok sosial yang kooperatif dan stabil.
Pendekatan
Coleman mengenai trust dan perilaku kerjasama menawarkan sebuah diskusi tentang
perkembangan norma-norma sosial yang didalamnya terdapat kerangka umum dari
pilihan rasional. Permainan yang dianalisis Coleman memberikan satu penjelasan
bahwa norma-norma kelompok muncul secara alamiah dari interaksi rasional
diantara anggota kelompok. Dalam pandangan Coleman, norma adalah mengenai
sebuah kelakuan atau perilaku khusus yang ada ketika hak-hak yang didefinisikan
secara sosial untuk mengendalikan perilaku tersebut dilakukan bukan oleh aktor
yang bersangkutan melainkan oleh orang lain. Coleman tertarik dengan
perkembangan norma sosial karena dia mendasarkan perhatiannya pada transisi
antara level makro dan level mikro. Dalam perspektif Coleman, munculnya
norma-norma merupakan sebuah prototipe mikro transisi ke makro transisi karena
proses-proses harus muncul dari perilaku individu dan bukan dari norma itu
sendiri sebagai sebuah sistem tingkatan.
Coleman menawarkan sebuah
analisis formal mengenai trust,
norma-norma yang mendasari, dimana didalamnya ditemukan konsep-konsep tentang
hak. Kamu dapat memiliki hak untuk melakukan sesuatu, dan kamu juga punya hak
untuk mengatur perilaku-perilaku orang lain. Membeli sesuatu berarti juga
berhak untuk mengkonsumsinya. Inilah yang kemudian digambarkannya sebagai
sebuah pertukaran. Coleman menekankan bahwa secara mendasar hak-hak terletak
pada fondasi sosialnya. Hak-hak akan muncul, menghilang dan diambil dari satu
aktor serta diberikan kepada aktor sosial melalui pengakuan sosial. Hak-hak
akan bergantung pada kekuasaan mereka yang menerapkan hak tersebut.
Bagi saya teori pilihan rasional
merupakan perspektif yang sangat menarik. Jika ada dua sikap terhadap teori ini
yaitu pertama yang menempatkan teori ini dalam tempatnya yang terhormat sebagai
basis teori sosiologi masa depan dan yang kedua yang mengkritiknya karena basis
teori yang dianggap keliru atau tidak lengkap dalam melihat dunia manusia,
tidak mampu menjelaskan fokus utama dari sosiologi dan secara mendasar telah
melakukan pengulangan pada asumsi utama bahwa perilaku harus rasional dan dapat
menjelaskannya kemudian, maka saya berada pada posisi mendukung perspektif ini
dalam membangun upaya memahami perilaku sosial. Secara jelas dikatakan bahwa
teori pilihan rasional akan berhasil diterapkan ketika digunakan untuk
menganalisis perilaku dalam kelompok kecil atau interaksi yang bersifat face to face. Perspektif mikro bagi saya
tetap selalu menjadi perspektif yang menarik dan saya kira tidak selalu upaya
menunjukan bahwa analisis yang bersifat general dan berlaku dalam satu kelompok
yang lebih besar itu lebih bisa diterima.
Dwi Wulan Pujiriyani (SPD/2015)
No comments:
Post a Comment