Friday, December 18, 2015

Pemuda Tani dan Krisis Agraria



Back to the Land: Pemuda Tani dan Krisis Agraria

Ayodele, Joseph dan Michael Mortimore. 2012. “Youth Farming and Nigeria's Development Dilemma: The Shonga              Experiment. IDS Buletin. Volume 43, Number 6 November 2012, hal 58-66.
 

 http://www.empowernigeria.com


Penelitian ini berangkat dari konteks pembangunan di Nigeria yang menghadapi tantangan besar berkaitan dengan pertumbuhan populasi yang begitu cepat (lebih dari 140 juta), semakin sulitnya perluasan tanah pertanian, urbanisasi, dan dinamika pasar internal. Penelitian ini mengangkat persoalan yang terjadi di negara bagian Kwara (Kwara State) yang berada di Nigeria bagian tengah. Penelitian ini berupaya mengidentifikasi munculnya 'kesenjangan generasi' (generation gap) dalam konteks ketenagakerjaan di pedesaan dan memunculkan pertanyaan apakah petani muda merupakan kandidat yang cukup layak untuk melanjutkan tanggungjawab memenuhi kebutuhan generasi di masa mendatang.  Saat ini Nigeria sedang mengalami puncak dari krisis agraria (cusp of an agrarian crisis) karena telah gagal menciptakan modernisasi pertanian dan mengurangi eksodusnya tenaga kerja pedesaan ke kota-kota besar.
Hasil penelitian menunjukan bahwa intervensi program pemerintah yang ditargetkan untuk orang-orang muda melalui program 'back to the land', sebagian besar kelompok muda yang menjadi target tidak mengerjakan tanah yang diberikan kepada mereka. Sebagian petani dan mereka yang bukan petani justru memperoleh tanah ini dan menjualnya kembali kepada orang-orang di luar wilayah Kwara. Pada tahun pertama program 'back to the land' menunjukan hasil yang sangat buruk. Kebanyakan dari 300 petani muda yang menjadi kelompok target program, tidak pernah bertani sebelumnya atau sudah lama tidak bertani sehingga tidak mengherankan kalau mereka tidak merespon skema program yang diberikan pemerntah ini. Program pemberdayaan orang muda yang baru pun diberikan melalui pelatihan komersialisasi pertanian. Setelah memperoleh pelatihan ini, orang muda diharapkan dapat menjadi penopang komersialisasi pertanian di negara ini, namun program ini pun belum sepenuhnya selesai diselenggarakan.
Penelitian ini juga menunjukan bahwa aspek keuangan merupakan hambatan utama bagi petani muda dan meskipun sudah mendapatkan pendampingan administrasi, petani-petani muda ini tetap mengalami kesulitan dalam memperoleh pinjaman. Hampir 300 orang muda yang dilatih dalam program pemberdayaan orang muda, tidak menikmati dukungan (baik tanah maupun kredit) yang dijanjikan oleh negara. Model komunitas pertanian komersial di Shonga tidak berjalan. Dari 1200 tanah yang disiapkan untuk program ini, tidak ada satu hektar pun tanah yang pada akhirnya dialokasikan. Hal ini terjadi karena tidak ada perangkat di tingkat lokal yang mendukung implementasi program ini.


http://developmentdiaries.com

Kwara telah mencoba untuk mengembangkan pertanian komersial melalui 3 model. Pertama dan yang terbaru adalah dengan subsidi model pertanian skala luas di Shonga yang juga direplikasi di beberapa wilayah ini. Model kedua adalah dengan memberikan pelatihan pada orang-orang muda dan memberdayakan mereka dengan memberikan dukungan komersial berupa tanah dan pelatihan oleh petani-petani komersial. Ketiga adalah model lama dengan memberikan insentif (subsidi input) untuk petani dan membiarkan mereka mengembangkan pertaniannya sendiri. Di Shonga ini dilakukan dengan beberapa model transfer teknologi seperti adopsi pertanian kedelai oleh petani dan metode peternakan sapi untuk mengganti penggembalaan sapi yang selama ini dilakukan.
Pada kenyataannya petani muda kurang mampu diandalkan untuk mengatasi dilema kebijakan yang dialami Nigeria tanpa dukungan yang politik ekonomi yang kuat dari negara. Tidak semata 3 model yang saling berkontestasi tetapi juga berkaitan dengan kepentingan politis. Orang-orang muda ini menunjukan kinerja yang tidak menggembirakan dalam konteks pembangunan pedesaan. Terdapat paradoks yang tajam dalam perilaku anak-anak muda Nigeria yang di satu sisi melihat pertanian sebagai sesuatu yang hina (disdainful) sementara di sisi lain juga muncul antusiasme dalam kegiatan kewirausahaan. Perbincangan informal menunjukan bahwa sebagian anak-anak muda yang diantaranya juga merupakan lulusan pertanian ini ingin bekerja di belakang meja dan bukan menjadi petani. Dalam hal inilah diperlukan evaluasi untuk menempatkan kewirausahaan dalam pelatihan pertanian. Bagi lulusan muda yang belum berpengalaman ini, sulit untuk memberikan gambaran tentang seorang petani wirausaha itu sangat absurd.

-Dwi Wulan Pujiriyani-

No comments:

Post a Comment

Pemuda dan Pertanian

Pemuda dan Pertanian di Malawi Blessing Chinsinga dan Michael Chasukwa. 2012. ‘Youth, Agriculture and Land Grabs in Malawi’. IDS...