Back to the Land: Pemuda Tani dan Krisis Agraria
Ayodele,
Joseph dan Michael Mortimore. 2012. “Youth
Farming and Nigeria's Development Dilemma: The Shonga Experiment. IDS
Buletin. Volume 43, Number 6 November 2012, hal 58-66.
http://www.empowernigeria.com
Penelitian
ini berangkat dari konteks pembangunan di Nigeria yang menghadapi tantangan
besar berkaitan dengan pertumbuhan populasi yang begitu cepat (lebih dari 140
juta), semakin sulitnya perluasan tanah pertanian, urbanisasi, dan dinamika
pasar internal. Penelitian ini mengangkat persoalan yang terjadi di negara
bagian Kwara (Kwara State) yang berada di Nigeria bagian tengah. Penelitian ini
berupaya mengidentifikasi munculnya 'kesenjangan generasi' (generation gap)
dalam konteks ketenagakerjaan di pedesaan dan memunculkan pertanyaan apakah petani
muda merupakan kandidat yang cukup layak untuk melanjutkan tanggungjawab
memenuhi kebutuhan generasi di masa mendatang. Saat ini Nigeria sedang
mengalami puncak dari krisis agraria (cusp of an agrarian
crisis) karena telah gagal menciptakan modernisasi pertanian dan mengurangi
eksodusnya tenaga kerja pedesaan ke kota-kota besar.
Hasil
penelitian menunjukan bahwa intervensi program pemerintah yang ditargetkan
untuk orang-orang muda melalui program 'back to the land',
sebagian besar kelompok muda yang menjadi target tidak mengerjakan tanah yang
diberikan kepada mereka. Sebagian petani dan mereka yang bukan petani justru
memperoleh tanah ini dan menjualnya kembali kepada orang-orang di luar wilayah
Kwara. Pada tahun pertama program 'back to the land'
menunjukan hasil yang sangat buruk. Kebanyakan dari 300 petani muda yang
menjadi kelompok target program, tidak pernah bertani sebelumnya atau sudah
lama tidak bertani sehingga tidak mengherankan kalau mereka tidak merespon
skema program yang diberikan pemerntah ini. Program pemberdayaan orang muda
yang baru pun diberikan melalui pelatihan komersialisasi pertanian. Setelah
memperoleh pelatihan ini, orang muda diharapkan dapat menjadi penopang
komersialisasi pertanian di negara ini, namun program ini pun belum sepenuhnya
selesai diselenggarakan.
Penelitian
ini juga menunjukan bahwa aspek keuangan merupakan hambatan utama bagi petani
muda dan meskipun sudah mendapatkan pendampingan administrasi, petani-petani
muda ini tetap mengalami kesulitan dalam memperoleh pinjaman. Hampir 300 orang
muda yang dilatih dalam program pemberdayaan orang muda, tidak menikmati
dukungan (baik tanah maupun kredit) yang dijanjikan oleh negara. Model
komunitas pertanian komersial di Shonga tidak berjalan. Dari 1200 tanah yang
disiapkan untuk program ini, tidak ada satu hektar pun tanah yang pada akhirnya
dialokasikan. Hal ini terjadi karena tidak ada perangkat di tingkat lokal yang
mendukung implementasi program ini.
http://developmentdiaries.com
Kwara
telah mencoba untuk mengembangkan pertanian komersial melalui 3 model. Pertama
dan yang terbaru adalah dengan subsidi model pertanian skala luas di Shonga
yang juga direplikasi di beberapa wilayah ini. Model kedua adalah dengan
memberikan pelatihan pada orang-orang muda dan memberdayakan mereka dengan
memberikan dukungan komersial berupa tanah dan pelatihan oleh petani-petani
komersial. Ketiga adalah model lama dengan memberikan insentif (subsidi input)
untuk petani dan membiarkan mereka mengembangkan pertaniannya sendiri. Di
Shonga ini dilakukan dengan beberapa model transfer teknologi seperti adopsi
pertanian kedelai oleh petani dan metode peternakan sapi untuk mengganti
penggembalaan sapi yang selama ini dilakukan.
Pada
kenyataannya petani muda kurang mampu diandalkan untuk mengatasi dilema
kebijakan yang dialami Nigeria tanpa dukungan yang politik ekonomi yang kuat
dari negara. Tidak semata 3 model yang saling berkontestasi tetapi juga
berkaitan dengan kepentingan politis. Orang-orang muda ini menunjukan kinerja
yang tidak menggembirakan dalam konteks pembangunan pedesaan. Terdapat paradoks
yang tajam dalam perilaku anak-anak muda Nigeria yang di satu sisi melihat
pertanian sebagai sesuatu yang hina (disdainful) sementara
di sisi lain juga muncul antusiasme dalam kegiatan kewirausahaan. Perbincangan
informal menunjukan bahwa sebagian anak-anak muda yang diantaranya juga
merupakan lulusan pertanian ini ingin bekerja di belakang meja dan bukan
menjadi petani. Dalam hal inilah diperlukan evaluasi untuk menempatkan
kewirausahaan dalam pelatihan pertanian. Bagi lulusan muda yang belum
berpengalaman ini, sulit untuk memberikan gambaran tentang seorang petani
wirausaha itu sangat absurd.
-Dwi Wulan Pujiriyani-
No comments:
Post a Comment