Thursday, January 28, 2016

Transformasi Desa



Desa Mau Dibawa Kemana?: Transformasi Sosial Masyarakat Desa di Indonesia
dalam Epistemologi Durkheimian








Tranformasi masyarakat desa-desa di Indonesia dengan mengacu pada epistemologi Durkheim dengan jelas menunjukan transformasi ke arah masyarakat desa modern. Transformasi ini dimulai dari pembagian kerja yang semakin mengubah bentuk masyarakat desa menjadi tidak homogen lagi. Masyarakat desa-desa di Indonesia, bukan lagi masyarakat romantik  yang dicirikan dengan cangkul dan kerbaunya, tetapi sudah sangat dinamis dengan berbagai peluang pekerjaan non pertanian yang sudah mereka tekuni. Desa bukan lagi sebuah pemandangan tunggal dimana setiap hari akan melihat rombongan petani yang berjalan kaki menuju ke sawahnya masing-masing. Petani modern atau petani berdasi adalah gambaran nyata desa-desa di Indonesia, dimana kelas-kelas pemilik tanah mempekerjakan penggarap di tanah mereka. Mereka ini tidak lagi turun langsung di sawah tetapi sudah ibarat akuntan yang berhitung di belakang meja. Peran utama mereka adalah melakukan lobi-lobi ataupun negosiasi antara sesama pedagang besar. Dapat dilihat juga bahwa jual beli hasil pertanian tidak lagi hanya berlangsung di pasar-pasar tradisional, tetapi sudah dilakukan dengan berbasis website.      
Hal selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah terjadinya ‘economic anomie’. Dalam arah perkembangannya yang demikian cepat, tidak dapat dipungkiri bahwa akan ada mereka-mereka yang tidak ambil bagian dalam perubahan yang cepat tersebut. Sebagaimana dijelaskan Durkheim bahwa sifat hubungan antarindividu yang semakin kontraktual, menafikan keberadaan ikatan-ikatan komunal. Tidak ada lagi kegotongroyongan, yang adalah hubungan-hubungan yang bersifat transaksional. Kondisi serupa ini jelas mengganggu harmonisasi atau yang oleh Durkheim menyebabkan terjadinya konflik atau krisis. Ketika hubungan produksi dan konsumsi tidak lagi seimbang, ketika para penggarap tidak lagi bisa mengimajinasikan sebuah kesejahteraan dalam hidup mereka.
            Dalam hal inilah yang penting untuk dilakukan dalam mengawal transformasi masyarakat desa adalah menyiapkan kelembagaan sosial yang memastikan masyarakat tetap memelihara kesadaran kolektifnya. Lembaga-lembaga non-ekonomi seperti yang disebutkan Durkheim dengan keluarga, sekolah dan institusi politik harus dilibatkan untuk meminimalisir perbedaan dalam masyarakat menjadi fair society. Masyarakat bisa memperoleh manfaat dari ekonomi yang ada. Aturan hukum dan moral juga perlu ditegakkan untuk memastikan bahwa hubungan yang bersifat kontraktual bisa berjalan secara efektif. Masing-masing pihak menghormati negosiasi yang dilakukan dan berkomitmen pada spesialisasi yang telah dimiliki.
Pembuatan kategori masyarakat desa Indonesia antara di Jawa dan luar Jawa saya kira tidak mendesak dilakukan kecuali untuk mencermati adanya perbedaan kultural yang spesifik antara desa di Jawa dan luar Jawa. Selain perbedaan kultural, sebenarnya yang lebih penting dilakukan adalah mencermati tantangan antara desa-desa di Jawa dan di luar Jawa ini saya kira juga berbeda-beda dan pengkategoriannya akan lebih tepat bila bukan berbasis geografis tetapi berbasis karakteristik ekologis. 

(Dwi Wulan Pujiriyani/SPD 2015)



No comments:

Post a Comment

Pemuda dan Pertanian

Pemuda dan Pertanian di Malawi Blessing Chinsinga dan Michael Chasukwa. 2012. ‘Youth, Agriculture and Land Grabs in Malawi’. IDS...