Sosiologi Ekonomi ala Epistemologi
Durkheimian
Durkheim's sociology is not
usually considered in regard to its relationship to the economy. Indeed, of all
the classical founding fathers of sociology from the later nineteenth and early
twentieth centuries, it is Durkheim who seems most removed from such a context,
as compared with the work of Vilfredo Pareto, George Simmel or Marx Weber, for
all of whom this connection is both recognized and well established (Steiner,
2011:1).
www.pusakaindonesia.org
Posisi Durkheim dalam Ranah
Sosiologi Ekonomi
Sosiologi
ekonomi secara umum dapat didefinisikan sebagai studi tentang bagaimana cara
orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan barang
langka dengan menggunakan pendekatan sosiologi. Sosiologi ekonomi berhubungan
dengan dua hal: 1) fenomena ekonomi, bagaimana cara orang atau masyarakat
memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan barang langka. Cara ini
berkaitan dengan semua aktivitas orang dan masyarakat yang berhubungan dengan produksi,
distribusi, pertukaran dan konsumsi jasa-jasa dan barang-barang langka. 2)
pendekatan sosiologis yaitu berupa kerangka acuan, variabel dan model-model
yang digunakan para sosioloh dalam memenuhi dan menjelaskan kenyataan sosial
atau fenomena yang terjadi dalam masyarakat (Damsar, 1997).
Mengacu
pada Durkheim, sebagaimana disinggung oleh Steiner (2011:1), pemikiran Durkheim
mengenai ‘ekonomi’ tidak sepopuler konsep-konsep dari teoritiker yang lain
seperti Vilfredo Pareto, Georg Simmel ataupun Weber yang dianggap lebih mapan.
Hal serupa juga dimunculkan oleh Swedberg (2003:18) yang menyebutkan bahwa “It is clear that
Emile Durkheim, compared to Weber knew less about economics, wrote less on
economic topics and in general made less of a contribution to economic
sociology.” Dibandingkan Weber, Durkheim dianggap hanya memiliki sedikit
kontribusi pada sosiologi ekonomi. Berbeda dengan Weber, pembahasan sosiologi
ekonomi versi Durkheim juga dikatakan kurang komprehensif dan sistematis.
Meskipun
tidak dimasukan dalam kategori teoritiker sosiologi ekonomi dan pernah mengajar
mengenai ekonomi, Durkheim mempelajari banyak karya di bidang ekonomi mulai
dari Adam Smith, Mill, Say, Simondi, Schmoller dan Wagner. Demikian juga,
meskipun tidak secara khusus menghasilkan karya dalam topik sosiologi ekonomi,
dua karya pentingnya yang bisa menyinggung topik ekonomi dapat dijumpai dalam The Division of Labor
in Society (1893) dan Profesional Ethics
and Civic Morals (1950). Durkheim juga dengan sungguh-sungguh mendukung proyek
pengembangan sosiologi ekonomi (sociologie
economique) dengan mendorong beberapa mahasiswanya untuk mengambil
spesialisasi di bidang ini dan secara rutin melibatkan mereka dalam jurnal
sosiologinya 'L
'Annee Sociologique'.
Epistemologi
Sosiologi Ekonomi Ala Durkheimian
Sosiologi
ekonomi didefinisikan Durkheim sebagai lembaga-lembaga ekonomi, lembaga-lembaga
yang berkaitan dengan produksi kesejahteraan, lembaga-lembaga yang berkaitan
dengan pertukaran, dan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan distribusi.
Lembaga-lembaga inilah yang merupakan subjek kajian dari sosiologi ekonomi,
seperti dapat dicermati dalam kutipan berikut ini:
“There are the economic
institutions: institution relating to the production of wealth (serfdom, tenant
farming, corporate organization, production in factoris, in mills, at home and
so on), institution relating to exchange (commercial organization, markets,
stock exchanges, and so on), institution relating to distribution (rent,
interest, salaries, and so on). They form the subject matter of economic
sociology (Swedberg, 2003:18).
Dalam
pandangan Durkheim, institusi atau kelembagaan memungkinkan terjadinya
relasi-relasi sosial dan aktivitas-aktivitas ekonomi. Institusi atau
kelembagaan ini tidak semata mengelola konflik kepentingan, tetapi juga
memungkinkan individu untuk menerima dan mendefinisikan kepentingan individu
itu sendiri. Hal inilah yang penting untuk diperhatikan, mengapa Durkheim
seperti halnya Weber percaya bahwa pengalaman religius memiliki peran penting
dalam menciptakan nilai-nilai dan cita-cita yang secara periodik akan berganti
seiring dengan adanya mobilitas kolektif.
Studi
tentang Division
of Labor in Society (1893-1984) memberikan sumbangan tersendiri kepada
perkembangan pemikiran sosiologi ekonomi dari Durkheim. Jika para ekonom
memandang pembagian kerja sebagai suatu cara untuk menciptakan kesejahteraan
dan efisiensi, bagi Durkheim, pembagian kerja mempunyai fungsi lebih luas.
Pembagian kerja merupakan sarana utama bagi penciptaan kohesi dan solidaritas
dalam masyarakat modern. Tingginya tingkat pembagian kerja dan peranan yang
berbeda antarsetiap orang menyebabkan orang menggantikan basis ikatan
(penyatuan) atas dasar kesamaan (solidaritas mekanis) dengan dasar
ketidaksamaan (solidaritas organis). Mereka tergantung satu sama lain karena
mereka mempunyai tugas yang berbeda dan oleh sebab itu mereka saling
membutuhkan untuk kesejahteraan mereka sendiri. Dalam masyarakat modern, hak
dan kewajiban berkembang dari saling ketergantungan yang dihasilkan oleh
pembagian kerja.[1] Hak dan kewajiban inilah, bukan
pertukaran atau juga bukan struktur pasar, yang mengikat masyarakat. dalam
masyarakat modern, saling ketergantungan direfleksikan pada moralitas dan
mentalitas kemanusiaan serta dalam kenyataan solidaritas organis itu sendiri.
Masyarakat yang berlandaskan solidaritas organis menjunjung tinggi nilai-nilai
kesamaan, kebebasan dan hukum. Kontrak, dalam masyarakat nilai-nilai seperti
ini menjadi lebih penting.[2]
Durkheim
menekankan konsep 'pembagian kerja (division of labour)
secara eksklusif sebagai fenomena ekonomi. Aspek sosial dari 'pembagian kerja'
ini membantu mengintegrasikan dan menciptakan masyarakat yang kohesif dengan
menciptakan serangkaian ketergantungan. Fokus utama dari buku 'Division of Labor in
Society' dari Durkheim adalah bahwa masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi seperti yang terjadi di negara-negara barat antara lain Perancis
pada abad ke-19 menunjukan kehancuran masyarakat dengan membiarkan individu
menjadi sangat rakus (tamak). Hal inilah yang dalam konsep Durkheim dimunculkan
dengan adanya kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Sebagai contoh adalah
adanya subordinasi kepentingan umum yang seringkali muncul dalam aktivitas yang
bersifat moral. Dalam 'Suicide' Durkheim mencatat bahwa negara atau agen-agen
yang lain dapat merepresentasikan kepentingan umum ini dan mengatur kehidupan
ekonomi, yang kemudian mengakibatkan munculnya 'economic anomie'.
Masyarakat membutuhkan aturan dan norma-norma untuk mengatur perilaku ekonomi
dan mereka bereaksi sangat negatif pada situasi yang anomi dan anarkis. Bunuh
diri sebagai contohnya, terjadi bukan karena perekonomian tiba-tiba terpuruk
tetapi juga karena mengalami perubahan (peningkatan) yang drastis.
Pada saat yang sama Durkheim, memperkenalkan situasi yang terjadi apabila
integrasi dari diferensiasi tidak berjalan sempurna. Dengan mengambil analogi
biologis, Durkheim menjelaskan bahwa akan terjadi anomi apabila terjadi
kegagalan dalam pengaturan organ yang membentuk batang tubuh dari suatu
masyarakat. Dalam masyarakat industrial modern, pertumbuhan ekonomi yang begitu
cepat yang tidak diikuti oleh hukum dan pengaturan yang tepat untuk menjaga
kedamaian, akan menghasilkan anomi ekonomi, yang berakibat penderitaan pada
manusia dan masyarakat.
Berkaitan dengan pembagian kerja, Durkheim juga memunculkan konsepnya tentang
pasar dan bentuk abnormal dari pembagian kerja.[3] Pengelolaan kegiatan ekonomi dalam
masyarakat modern secara sosial terkacaukan akibat bentuk-bentuk abnormal dari
pembagian kerja. Pembagian kerja yang dimaksudkan Durkheim merupakan aspek
nonindividual. Pembagian kerja terefleksi dalam bentuk-bentuk solidaritas yang
ditentukan oleh serangkaian norma moral yang menghubungkan antara satu orang
dengan orang yang lain dan mengatur hubungan diantara mereka. Penjelasan
Durkheim ini didasarkan pada analisa mekanisme sebuah tipe ideal masyarakat
sederhana yang dicirikan dengan solidaritas mekanis (mechanical solidarity),
dengan sebuah tipe masyarakat superior dengan pembagian kerja yang sangat
tinggi (organic solidarity). Tipe pertama merupakan masyarakat yang secara
morfologis dicirikan dengan jumlahnya yang kecil (seperti dalam masyarakat
primitif) menjadi masyarakat yang sangat segmented, memiliki kontak yang sangat
minim antara satu dengan yang lain dan cenderung homogen (memiliki sedikit
pembagian kerja). Tatanan sosial dalam masyarakat tipe ini merupakan bentuk
solidaritas mekanis, yang berbasis pada kesadaran kolektif, memiliki
kepercayaan dan sentimen umum yang serupa diantara anggota masyarakatnya.
Saling berbagi kepercayaan yang mengatur perilaku individu dalam sebuah pola
yang khusus, hanya memiliki sedikit otonomi atau pilihan diantara anggota
masyarakatnya. Persoalan dari keteraturan atau tatanan adalah mencari jalan
keluar dari mekanistik (mechanically) ini sebagai dasar dari intensi
keterikatan emosional pada sistem nilai yang dibagi bersama.
Meskipun
Durkheim cukup optimis mengenai kapasitas masyarakat dengan pembagian kerja
yang sangat tinggi dapat menciptakan solidaritas. Hal ini yang muncul dalam
karya Durkheim, ‘Suicide’. Perkembangan pembagian kerja berjalan seriring
dengan adanya ketegangan dan konflik-konflik sosial. Persoalan kekacauan
pembagian kerja ini yang kemudian oleh Durkheim disebut dengan situasi
‘exceptional’ dan ‘abnormal’, situasi ketika pembagian kerja tidak berjalan
seiring dengan meningkatnya solidaritas. Dia membedakan dua cara dimana
pembagian kerja memiliki efek mengacaukan secara sosial. Pertama, ketika diferensiasi
lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan aturan kelembagaan, terjadi situasi
anomie atau tidak bekerjanya norma. Kedua, ketika aturan-aturan yang ada tidak
memadai untuk memecahkan persoalan, pembagian kerja kemudian menjadi bersifat
memaksa (coercive).
Dalam
pandangan Durkheim, perkembangan kegiatan ekonomi yang sangat cepat menjadi
sumber anomi dalam masyarakat modern. Hal ini tidak terjadi karena pertumbuhan
kerja, melainkan terjadi karena kelembagaan yang tidak memadai. Dua pola anomi
termanifestasi atau dapat dilihat dari krisis industrial dan komersial, dan
antagonisme atau pertentangan antara pemodal dan buruh (Trigilia, 2002: 82).
Krisis ekonomi, yang saat ini seringkali terjadi merupakan hasil dari ekspansi
pasar sebagai mekanisme pengaturan aktivitas ekonomi. Dalam masyarakat yang
produksinya relatif terbatas untuk subsistensi, relasi antara kedua fenomena
ini terbatas pada wilayah geografis. Perkembangan pembagian kerja dan produksi
untuk pasar menciptakan ketimpangan antara produksi dengan konsumsi- antara
permintaan dan penawaran yang dapat memicu terjadinya krisis yang berulang
(kelebihan produksi, kurangnya konsumsi).
Durkheim tidak mengingkari bahwa pasar akan membangun kembali keseimbangan
antara produksi dengan konsumsi. Meskipun pada akhirnya akan diikuti dengan
biaya dan rusaknya hubungan sosial. Pembagian kerja dalam sistem pasar
kapitalis membutuhkan biaya sosial yang tinggi. Hal ini serupa dengan anomi
yang terjadi dalam relasi antara pemodal dan buruh. Dalam pasar, Durkheim
mencatat bahwa tenaga kerja dipekerjakan tanpa regulasi hukum yang memadai
berkaitan dengan relasi ketenagakerjaaan, menyebabkan pekerja tidak terlindungi
dari situasi pasar yang tidak menentu. Jelas bahwa masyarakat yang
memiliki pembagian kerja relatif tinggi akan mendorong melemahnya kesadaran
kolektif, memberikan ruang yang lebih leluasa bagi pilihan individual. Dalam
kondisi inilah, nilai-nilai moral menjadi penting dalam kepribadian setiap
individu. Dengan demikian individu dapat memenuhi fungsinya dengan baik dan
menerima imbal balik dari upaya yang dilakukannya.
Selain itu Durkheim juga memunculkan mengenai prinsip ekonomi pasar dimana
menurutnya hubungan yang bersifat kontraktual tidak selalu bersifat setara
melainkan seringkali menyembunyikan adanya kekuasaan yang tidak seimbang antara
mereka yang terikat dalam kontrak tersebut. Inilah yang kemudian bisa
memunculkan kekerasan yang berakhir pada mempertanyakan kembali legitimasi
kontrak tersebut dan memunculkan kekacauan dan konflik. Konsep division labour
dari Durkheim dapat dipandang sebagai kritiknya terhadap kapitalisme liberal
dimana didalamnya pasar berperan penting dalam mengatur aktivitas produksi dan
distribusi pendapatan. Stabilitas ekonomi tidak hanya bergantung pada kondisi-kondisi
ekonomi melainkan juga pada kondisi non ekonomi. Kondisi non ekonomi akan
banyak dijumpai dalam masyarakat dengan tingkat pembagian kerja yang tinggi.
Dalam konteks ini, jika pasar tidak bisa menjadi instrumen pengaturan kegiatan
ekonomi yang efektif, aturan moral dan hukum yang terbangun melalui
kontarak-kontrak yang memungkinkan mereka untuk saling menghormati dan mencapai
negosiasi, tidak cukup. Pasar akan berfungsi dengan baik dalam konteks dimana
akses pada tatanan yang berbeda didasarkan pada kerja dan kemampuan aktor
dimana renumerasi akan diberikan sesuai dengan kepantasan masing-masing. Dalam
konteks ini, kohesi sosial yang kuat akan mendorong individu untuk berkomitmen
pada spesialisasi yang mereka miliki, sehingga konflik dapat dicegah, dan di
sisi lain konflik dapat dikurangi dengan adanya keuntungan dari perkembangan
ekonomi. Meskipun demikian, ini berarti masyarakat harus melibatkan semua
lembaga non ekonomi seperti keluarga, sekolah dan institusi politik, untuk bisa
memungkinkan sebuah distribusi peran meritokat yang mendorong masyarakat untuk
membangun sebuah masyarakat yang adil (fair society).
(Dwi
Wulan Pujiriyani/SPD 2015)
Daftar
Pustaka
Damsar.
1997. Sosiologi
Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa.
Dobbin,
Frank. 2007 “Economic Sociology.” Dalam Bryant, Clifton, D & Peck Dennis L.
21st Century
Sociology: A Reference Handbook. California: Sage Publications, Inc.
Ritzer,
George and Ryan J Michael (ed). 2011. The Concise
Encyclopedia of Sociology. United Kingdom: Wiley-Blackwell.
Smelser
& Swedberg. 1996. Handbook of Economic
Sociology. US: Princenton University Press.
Steiner,
Philippe. 2011. Durkeim
and the Birth of Economic Sociology. NJ: Princenton University Press.
Steiner,
Philippe. 2002. Chapter 8. "Division of Labour and Economis". Dalam
Pickering, WSF (ed). Durkheim Today. Oxford: Berghahn Books.
Swedberg,
Richard. 2003. Principles
of Economic Sociology. New Jersey: Princenton University Press.
Trigilia,
Carlo. 2002. Economic
Sociology: State, Market, and Society in Modern Capitalism. USA: Blackwell
Publisher.
No comments:
Post a Comment