Wednesday, November 25, 2015

Interaksionisme Simbolik



Memahami Tradisi Interaksionisme Simbolik 


“The Maturing Tradition I: The Codification of Symbolic Interactionism.” Turner, Jonathan H. 1998. The Structure of Sociological Theory. Sixth Edition. Washington: Wadsworth Publishing Company.



            Teoritisi sosiologi di Eropa yang pada awalnya hanya memperhatikan fenomena di level makro, dikatakan Turner bahwa pada awal abad ke-20, mereka mulai memperhatikan analisis proses-proses di level mikro. Mereka mulai memahami bahwa struktur masyarakat berada dalam beberapa tingkatan, diciptakan, dan dipelihara melalui aksi-aksi dan interaksi individual, sehingga semakin meningkatkan upaya untuk menemukan proses-proses yang mendasari interaksi antar individu. Dari sinilah kemudian muncul teori di level mikro dalam skala luas yang kemudian disebut dengan ‘interaksionisme.’         



Sebagaimana dijelaskan Turner, interaksionisme simbolik merupakan warisan George Herbert Mead dengan asumsi dasar mengenai beberapa hal yaitu: manusia sebagai pengguna simbol; komunikasi simbolik; interaksi dan pengambilan peran; serta interaksi, individu-individu dan masyarakat. Interaksionisme simbolik, sebagaimana namanya menekankan pada kapsitas manusia sebagai pencipta dan pengguna simbol. Dalam hal inilah manusia berbeda dengan hewan yang kemampuan simboliknya terbatas. Esensi yang sangat mendasar dari manusia dan dunianya adalah mereka menciptakan alur-alur dari kemampuan mereka untuk merepresentasikan satu dengan yang lain, baik itu berupa objek, ide-ide atau setiap tahap dari pengalaman mereka secara simbolik. Tanpa kapasitas untuk menciptakan simbol-simbol dan menggunakannya dalam hubungan diantara individu, pola-pola organisasi manusia tidak akan dapat diciptakan, dipelihara dan diubah. Manusia memiliki derajat yang sangat besar karena dibebaskan dari pemrograman instingtif dan biologis, sehingga harus mendasarkan penggunaan kekuatan simbolis mereka untuk beradaptasi dan bertahan di dunia.

            Manusia atau individu menggunakan simbol-simbol untuk berkomunikasi antara satu dengan yang lain. Dengan kemampuan atau kapasitas mereka untuk memahami makna gesture dan suara, individu bisa berkomunikasi secara efektif. Komunikasi simbolik bersifat lebih kompleks karena seseorang menggunakan lebih dari sekedar simbol-simbol bahasa atau kata dalam komunikasi. Mereka juga menggunakan gesture muka, suara, gerak tubuh dan gesture  lain yang dipahami dan memiliki makna yang umum. Dengan membaca dan memaknai gesturee dari orang lain, seseorang bisa berkomunikasi dan berinteraksi. Mereka bisa saling membaca satu dengan yang lain, untuk mengantisipasi atau menyesuaikan diri dengan respon antara satu orang dengan orang yang lain. Inilah yang kemudian disebut Mead sebagai kemampuan dasar ‘taking the role of the other’ (mengambil peran yang lain atau memerankan) yaitu kemampuan untuk melihat perilaku orang lain dan perintah atau disposisi untuk bertindak. Interaksionis akan memberi penekanan pada proses pengambilan peran (role taking) sebagai mekanisme dasar terjadinya interaksi. Tanpa kemampuan untuk membaca gesturee dan menggunakan gesture sebagai dasar menempatkan seseorang dalam posisi orang lain, interaksi tidak akan dapat terjadi dan tanpa interaksi, organisasi sosial tidak akan pernah ada atau eksis.  

            Sebagaimana dituturkan Mead, mind – self dan society berhubungan dengan sangat erat sehingga seorang interaksionis akan menganalisa genesis kemanusiaan dan pola-pola interaksi. Apa yang membuat manusia sebagai spesies yang unik dan memungkinkan setiap individu untuk memiliki sifat yang khas sebagai hasil interaksinya dalam masyarakat, sebaliknya apa yang memungkinkan masyarakat merupakan kapasitas-kapasitas yang diperoleh manusia selama mereka tumbuh dan dibesarkan dalam sebuah masyarakat. Interaksionisme simbolik dimaksudkan untuk memberi penekanan pada kapasitas-kapasitas kemanusiaan yang sama. Pikiran atau mind merupakan kapasitas untuk berpikir- untuk secara simbolis menyatakan, menekankan, menilai, mengantisipasi, memetakan dan mengkonstruksi aksi. ‘Berpikir’ juga dikatakan sebagai proses yang didalamnya memungkinkan penelaahan solusi dan aksi simbolik, untung ruginya dalam kaitannya dengan nilai-nilai invidual dan aksi yang dipilih. Konsep kunci dalam orientasi interaksionis adalah: 1) munculnya konsep diri individu mengenai dirinya yang bersifat tetap/stabil; dan 2) kemampuan untuk menghadirkan citra diri (self images) – gambaran seseorang sebagai obyek dalam sebuah situasi sosial. ‘Self’ adalah obyek utama yang diinjeksikan dalam definisi mereka mengenai situasi-situasi yang membentuk apa yang mereka lihat, mereka rasakan dan mereka lakukan di dunia yang berada di sekelilingnya. Masyarakat atau pola yang relatif stabil dalam interaksi dilihat oleh interaksionis hanya mungkin dilakukan dalam kapasitas individu untuk mendefinisikan situasi-situasi dan secara khusus untuk melihat diri mereka sebagai obyek dari situasi. Masyarakat bisa ada atau eksis karena kapasitas manusia untuk berfikir dan mendefinisikannya sebagai bentuk evaluasi atau refleksi diri. Core atau inti dari pendekatan interaksionis disebutkan Turner sebagai berikut:


“Humans create and use symbols. They communicate with symbols. They interact through role taking, which involves the reading of symbols emitted by others. What makes them unique as a species-the existence of mind and self-arises from interaction. The emergence of theses capasities allows for the interactions that form the basis of society).


(Manusia menciptakan dan menggunakan simbol-simbol. Mereka berkomunikasi dengan simbol-simbol. Mereka berinteraksi melalui pengambilan peran yang berkaitan dengan pembacaan simbol-simbol yang dimunculkan oleh orang lain. Adanya pikiran dan konsep diri yang muncul dari interaksilah yang membuat mereka unik sebagai satu spesies yang unik. Semua kapasitas yang muncul ini memungkinkan adanya interaksi-interaksi yang merupakan dasar dari masyarakat).



Dalam penjelasan lanjut mengenai interaksionisme simbolik, Turner menampilkan perbedaan yang muncul dalam interaksionisme simbolik Mazhab Chicago dari Blumer dan Mazhab Iowa dari Kuhn. Ada 5 pertanyaan yang secara detail digunakan untuk menandai perbedaan diantara keduanya yaitu: 1) What is the nature of the individual?; 2) What is the nature of interaction; 3) What is the nature of social organization; 4) what is the most appropriate method for studying humans and society? dan 5) What is the best form of sociological theoritizing?.

Isu-isu teoritis
Konvergensi antara Kedua Mazhab
Mazhab Chicago
Mazhab Iowa
The nature of humans
Manusia menciptakan dan menggunakan simbol untuk menjelaskan aspek-aspek di dunia sekeliling mereka. 
Manusia dengan pemikirannya dapat menyisipkan setiap objek dalam sebuah situasi
Manusia dengan pemikirannya dapat mendefinisikan situasi tetapi itu tergantung pada konsistensi obyek yang disisipkan dalam situasi-situasi tersebut

Kemampuan simboliklah yang membuat manusia sebagai mahluk yang unik.  Manusia bisa menunjukan dan menjelaskan objek secara simbolis yang memungkinkan mereka untuk mendefinisikan situasi sosial dan perilaku mereka.
Meskipun self merupakan obyek yang penting, self bukan merupakan satu-satunya obyek.
Self adalah obyek yang paling penting dalam mendefinisikan situasi

Manusia bisa merefleksikan diri dan mengevaluasi dirinya, mereka melihat dirinya sebagai obyek dalam berbagai situasi sosial.
Manusia mempertimbangkan, menilai dan memetakan aksinya sebelum bertindak, tetapi manusia juga berpotensi mengubah definisi dan aksi mereka
Manusia mempertimbangkan, menilai dan memetakan aksinya sebelum bertindak, tetapi mereka juga melakukannya melalui perspektif kedirian dan kelompk mereka dimana kedirian ini mengacu
The nature of interaction
Interaksi bergantung pada kapasitas individu untuk menciptakan dan membaca gesturee. 
Interaksi merupakan proses konstan dari pengambilan peran individu atau kelompok yang lain.
Interaksi tergantung pada proses pengambilan peran (role taking)
Role taking atau pengambilan peran merupakan mekanisme kunci dalam interaksi karena memungkinkan aktor untuk melihat perspektif orang lain yang tidak ditunjukan secara fisik.
Orang atau kelompok lain merupakan obyek yang berkaitan dengan definisi seseorang mengenai situasi
Ekspektasi terhadap orang lain dan norma-norma dalam situasi merupakan pertimbangan penting yang muncul dalam pendefinisian situasi
Pengambilan peran dan pikiran bekerja bersamaan dan memungkinkan aktor untuk menggunakan perspektif orang atau kelompok lain sebagai dasar kesepakatan atau pendefinisian situasi sebelum aksi. Seseorang bisa menyesuaikan respon mereka satu dengan yang lain dan sesuai dengan situasi sosial yang ada
Self adalah obyek penting lain yang ada dalam definisi seseorang. Definisi seseorang terhadap situasi melibatkan pertimbangan, penilaian dan pemetaan aksi
Masyarakat merupakan pertimbangan penting dan penghambat dalam interaksi
Interaksi melibatkan pergeseran definisi dan perubahan pola-pola aksi dan interaksi
Interaksi sebagian besar selalu melibatkan aksi yang menyesuikan dengan situasi yang diharapkan (yang dipersyaratkan oleh self)
The nature of social organization
Struktur sosial diciptakan, dipelihara dan diubah oleh proses interaksi simbolik.
Struktur sosial dikonstruksikan oleh para aktor dengan menyesuaikan respon-respon mereka satu dengan yang lain
Struktur sosial dibentuk dari jejaring posisi-posisi dengan harapan-harapan dan norma-norma

Tidak mungkin memahami pola organisasi sosial tanpa pengetahuan tentang proses-proses simbolik diantara individu yang membentuk pola ini
Struktur sosial merupakan satu dari banyak obyek yang dimasukan aktor dalam definisi mereka terhadap situasi
Meskipun interaksi simbolik menciptakan dan mengubah struktur, sekali struktur ini diciptakan, ia akan menjadi penghambat dari interaksi
Struktur sosial merupakan reposisi konstan dari definisi aktor-aktor dan perubahan perilaku, yang memungkinkan penyesuaian baru dari individu-individu yang lain
Struktur sosial oleh karenanya relatif stabil. Terutama ketika kedirian individu berada dalam jejaring posisi tertentu
The nature of sociological methods
Metode sosiologis harus fokus pada proses-proses dimana individu mendefinisikan situasi-situasi dan memilih serangkaian aksinya. 
Metode sosiologis harus masuk dalam dunia mental aktor dan melihat bagaimana mereka mengkonstruksikan aksi
Metode sosiologis harus mengukur aktor-aktor dalam proses-proses simbolik dengan instrumen yang reliabel
Metode harus berfokus pada individu.
Peneliti harus menyatukan berbagai jenis, varian, pergeseran dan pengaruh-pengaruh yang tidak ditentukan dalam situasi-situasi dan aksi-aksi
Penelitian harus diarahkan pada pendefinisian dan  pengukuran variabel yang menyebabkan atau berpengaruh pada perilaku
Penelitian harus menggunakan teknik observasi, biografi dan wawancara tidak terstruktur untuk masuk ke dalam proses-proses pendefinisian dan melihat perubahan dalam proses-proses ini
Penelitian harus menggunakan instrumen pengukuran yang terstruktur seperti kuesioner, untuk memperoleh variabel kunci yang reliabel dan valid
The nature of sociological theory
Teori harus mengenai proses-proses interaksi dan mencari tahu kondisi yang mendasari jenis-jenis perilaku dan interaksi yang biasanya terjadi
Hanya sensitisasi konsep (konsep yang peka) yang memungkinkan dalam sosiologi
Sosiologi dapat mengembangkan definisi konsep yang tepat dengan pengukuran empiris yang jelas
Teori deduktif oleh karenanya tidak memungkinkan dalam sosiologi
Teori bisa bersifat deduktif dengan jumlah proposisi umum yang terbatas dengan penggolongan pada proposisi dan generaslisasi empiris pada tahapan-tahapan interaksi simbolik yang khusus
Teori dapat menawarkan deskripsi umum dan tentatif serta intepretasi perilaku dan pola-pola interaksi
Teori menawarkan penjelasan abstrak yang memungkinkan dilakukannya peramalan perilaku dan interaksi

-Dwi Wulan Pujiriyani- (SPD/2015)

No comments:

Post a Comment

Pemuda dan Pertanian

Pemuda dan Pertanian di Malawi Blessing Chinsinga dan Michael Chasukwa. 2012. ‘Youth, Agriculture and Land Grabs in Malawi’. IDS...