Thursday, November 26, 2015

Fakta Sosial



 Sosiologi dan Fakta Sosial

Review: George E G Catlin (ed). The Rules of Sociological Method. Chapter 1. New York: The Free Press.

Membuka chapter pertama buku ini, penulis memunculkan sebuah diskusi kecil tentang bagaimana sosiolog sampai saat ini hanya memberikan sedikit pemikiran untuk mendefinisikan dan menggambarkan metode yang mereka gunakan dalam mengkaji fakta-fakta sosial. Dalam karya spencer misalnya, hampir tidak ada ruang untuk persoalan metodologi. The Study of Sociology, semata dicurahkan untuk mendemonstrasikan berbagai kesulitan dan kemungkinan dalam sosiologi, namun tidak diuraikan mengenai metode-metode dan cara menggunakannya. Mill adalah tokoh yang selanjutnya juga dianggap kurang mampu memberikan uraian yang lengkap mengenai metodologi ini. Mill  mendiskusikan mengenai metode, tetapi hanya mengujinya dengan dialektika yang sudah diuraikan oleh Comte, tetapi tidak menambahkan apapun yang baru. 




      The Rules of Sociological Method atau judul aslinya Les Regles de la Methode Sociologique merupakan salah satu karya Durkheim yang dipublikasikan pada tahun 1895. Karyanya ini dikenal sebagai proyek pribadi Durkheim untuk memantabkan sosiologi sebagai sebuah ilmu sosial yang positivis. Buku ini bisa disebut sebagai manifesto sosiologinya. Durkheim membedakan sosiologi dari ilmu-ilmu lainnya dengan menjelaskan rasionalitasnya. ‘Sociology is the science of social fact’, menurut Durkheim ada dua tesis utama yang tanpanya sosiologi tidak bisa disebut sebagai ilmu. Kedua tesis tersebut yaitu:


 
 
Saya sendiri menyukai ide Durkheim untuk membangun distingsi (kekhususan) dari ilmu sosiologi. Melalui distingsi inilah sebenarnya keilmuan sosiologi bisa menunjukan kekhasannya secara tegas dan membedakannya dengan keilmuan yang lain.
          Sebenarnya apa fakta sosial itu atau What is a social fact? Fakta-fakta mana yang secara umum bisa disebut sosial atau Which facts are commonly called social? Semua hal yang dilakukan manusia (makan, minum, tidur) dalam sebuah pola yang teratur, bisa dikatakan sosial. Namun jika fakta ini disebut sosial, bagaimana sosiologi bisa memiliki subjek kajian yang eksklusif yang akan membedakannya dengan keilmuan lain seperti biologi dan psikologi misalnya? Dicontohkan melalui berbagai peran yang melekat pada seorang individu misalnya sebagai seorang saudara laki-laki,seorang suami dan seorang warga negara. Peran-peran ini sudah ditentukan dalam sebuah adat ataupun aturan hukum, tidak serta merta muncul dalam diri individu, tetapi aturan-aturan ini melalui proses pewarisan, yang salah satunya ditemui dalam pendidikan. Dalam konteks inilah kemudian muncul apa yang bisa disebut sebagai realitas subjektif dan realitas obyektif. Sistem tanda yang digunakan dalam mengekspresikan pemikiran dan perilaku berfungsi secara bebas menjadi pilihan-pilhan individu.
          Selanjutnya dapat dikatakan bahwa fakta adalah sebuah kategori khusus: cara berperilaku, berpikir, dan merasakan yang berada di luar individu, bersifat memaksa dan mengendalikan/mengontrol seperti dapat dicermati dalam ilustrasi berikut ini:

 

Fakta inilah yang kemudian bisa dibedakan dengan ilmu biologi karena fakta ini berkaitan dengan representasi dan aksi. Begitupun dengan psikologi dimana fakta hanya berada dalam batas kesadaran individu. Dalam hal inilah, kategori fakta yang ‘sosial’ itu bisa dibedakan.
         Sementara itu kembali pada domain sosiologi, Durkheim menyebutnya dengan fakta sosial yang didefinisikan sebagai berikut:

“A social fact is every way of acting, fixed or not, capable of exercising on the individual an external constraint; or again, every way of acting which is general throughout a given society, while at the same time existing in its own right independent of its individual manifestations”

Definisi ini mengilustrasikan sebuah paradigma holistik dimana fakta sosial Durkheim didefinisikan dalam dua profil yaitu fakta sosial berada di luar (external) individu dan memaksa (coercive) individu. Fakta-fakta sosial tidak hanya merepresentasikan perilaku tetapi juga aturan atau tatanan yang mengelola perilaku dan memberikannya makna. Fakta sosial dapat menjadi penghalang atau batasan ketika individu-individu tidak mau mengikuti apa yang sudah ditentukan dan akan memperoleh semacam sanksi. Keterikatan dengan fakta sosial ini seringkali tidak nampak (implisit) karena aturan-aturan dalam masyarakat sudah diinternalisasikan individu dalam proses sosialisasi dan pendidikan.
        Menjadi catatan bagi saya, dalam tulisan ini disebutkan bahwa domain sosiologi terbatas pada kelompok fenomena tertentu. Fakta sosial dapat dikenali dari kekuatan memaksa dari eksternal individu dimana kehadirannya dapat dikenali dari adanya sanksi dan resistensi dari individu yang berupaya untuk melanggarnya. Jadi benarkah tidak ada sama sekali ruang-ruang pemaknaan subjektif dalam konteks ini? Apakah fakta sosial ini benar-benar menggantikan eksistensi individu dalam memaknai dirinya sehingga hanya konteks sosial-lah yang menentukan siapa dan bagaimana individu itu? 

-Dwi Wulan Pujiriyani- (SPD/2015)

Pemuda dan Pertanian

Pemuda dan Pertanian di Malawi Blessing Chinsinga dan Michael Chasukwa. 2012. ‘Youth, Agriculture and Land Grabs in Malawi’. IDS...