Kubu
Subjektifis Versus Objektifis:
Memahami Strategi Transendensi Giddens dan Bourdieu
Nicos Mouzelis mengawali diskusinya dengan
memunculkan konteks ‘war of paradigms’
atau perang paradigma yang terjadi dalam ilmu sosial akibat proliferasi
paradigma-paradigma teoritis. Hal ini bisa dilihat dari kelompok intepretatif
atau mikrososiologi yang menolak semua pandangan struktural fungsional sebagai
sebuah reifikasi, sementara itu kelompok makro sosiolog menggarisbawahi
karakter miopik atau remeh temeh dari kelompok mikrososiologi. Perbedaan juga
dijumpai pada kelompok strukturalis yang melihat bahwa sosiologi konvensional
(makro dan mikro sosiologi) tidak mampu mengungkap tatanan yang ada dibalik
keteraturan yang terlembagakan dan hanya mampu melihat hal yang sangat
permukaan atau dangkal (surface). Terakhir
adalah pandangan kelompok postrukturalis, yang kembali pada
pendekatan-pendekatan eksklusif mengenai praktik-praktik diskursif dan
kontribusi mereka terhadap formasi subyektifitas/identitas. Dalam konteks
perang paradigma inilah, Nicos Mouzelis memunculkan pandangan Giddens dan
Bourdieu yang berupaya untuk melampaui kedua kubu subjektifisdan objektifis. Baik
Giddens maupun Bourdieu berupaya untuk melampaui kegagalan pemisahan antara
subyektifis dan obyektifis.
Dualitas
struktur: Strategi Transendensi Giddens
Bagi Giddens, cara untuk mengatasi jurang antara
subyektifis dan obyektifis adalah menteoritisasikan relasi subjek-objek dalam
terminologi dualitas dan bukan dualisme. Mengacu pada Giddens, tipe pemisahan
atau jarak antara subjek dengan objek menghasilkan kekhususan antara perspektif
objektifis dan subjektifis - sebuah karakter yang menciptakan kesepakatan tanpa
menghilangkan kontroversi dalam disiplin tersebut.
Giddens mengikuti perbedaan
antara langue-parole dalam lingustik
untuk mengkonseptualisasikan antara tatanan dunia virtual dengan sumberdaya
(level paradigmatik), yang diaktualisasikan dalam level sintagmatik, dimana
subjek digambarkan bertindak dalam konteks sosial yang konkret. Dari sudut
pandang ini, struktur-struktur (aturan dan sumberdaya) tidak hanya menghambat
tetapi juga memungkinkan. Mereka baik dalam cara (means) atau hasil (outcomes),
means adalah cara subjek menggunakan aturan dan sumberdaya untuk bertindak dan
berinteraksi, outcome adalah bahwa mereka juga mereproduksi struktur. Jika ini
diterima, objek (struktur) bukan sesuatu yang terpisah dari subjek.
Menurut Giddens, kita tidak
perlu bicara tentang dualisme subjek dan obyek, tetapi dualitas subjek dan
objek. Konsep Giddens ini hanya memuaskan untuk menjelaskan penggunaan aturan
dan sumberdaya oleh subjek dalam perilaku yang alamiah, tetapi tidak memuaskan
untuk menjelaskan situasi dimana subjek mengambil jarak dari aturan dan
sumberdaya untuk alasan investigasi atau monitoring. Konsep Giddens ini
dikritik karena tidak memadai untuk menjelaskan kasus ketika aturan dan
sumberdaya tidak bekerja sebagai cara bertindak tetapi sebagai tujuan
strategis, sebagai obyek bahwa subjek mendekati secara teoritis, dan kritis.
Terdapat derajat jarak atau
derajat strategi paradigmatik yang terkadang tidak terlalu menjadi pertimbangan
tetapi di lain waktu bisa menjadi dominan. Mode dimana subjek berelasi dengan
aturan dan sumberdaya selalu mengikutsertakan campuran antara praktikal,
teoritikal dan orientasi strategi monitoring. Dominasi ini dapat berubah
tergantung pada konteksnya. Paham refleksifitas yang digunakan Giddens tidak
bisa menjustifikasi eliminasi pemahaman dualisme subjek-objek. Oleh karenanya
diperlukan konsep yang memungkinkan kita untuk menyadari bahwa strategi distancing atau paradigmatik terkadang
lemah atau tidak penting dan terkadang kuat atau sangat dominan. Kita
memerlukan konsep yang menekankan bahwa relasi paradigmatik antara subyek
dengan obyek dipahami, situasinya tidak konstan tetapi bervariasi. Oleh
karenanya konsep refleksifitas tidak bisa dieliminasi tetapi sebaliknya,
memerlukan penggunaaan dualitas subjek-objek seperti halnya dualisme dalam
level paradigmatik.
Selanjutnya juga apa yang
disebut Giddens dengan sistem sosial dan karakteristik strukturalnya hampir
berdekatan dengan apa yang disebut Nicos sebagai struktur relasional dan
distribusional dalam level sintagmatik. Faktanya ketika Giddens bergerak dari
level paradigmatik (sistem virtual dari aturan dan sumberdaya) ke level
sintagmatik (sistem sosial yang dibangun dari pola-pola relasi yang
menggambarkan properti struktural) dalam level ini dualisme antara subjek dan
objek diperkenalkan kembali. Teori strukturasi tidak memungkinkan variabilitas
subjek-objek. Berbicara mengenai 'obyektif' eksistensi properti strukyural
dimana individu tidak mungkin berubah menjelaskan bahwa diantara subjek dan
objek sosial terdapat apa yang disebut Giddens sebagai objektifis atau
sosiologi struktural. Perbedaan antara Nicos dengan Giddens adalah bahwa Giddens
memberikan pembedaan yang jelas antara subjek dan objek dalam level sintagmatik
tetapi tidak dalam level paradigmatik. Nicos sebaliknya berarguman bahwa
perbedaan antara subjek-objek harus dilihat dari kedua lebel. Dalam level
paradigmatik juga harus dilihat, sehingga ada perbedaan yang jelas antata
subjek dan struktur sosial yang virtual (relasi atau distribusi alamiah).
Habitus : Strategi
transendensi Bourdieu
Jika Giddens menyebutkan bahwa konsep dualitas
struktur bisa mengkerangkai pemisahan antara subjektifis dan objektifis karena
dualitas struktur menyinggung baik subjektif (struktur adalah tindakan dari
subjek) dan objektif (struktur adalah hasil objektif, maka Bourdieu berupaya
untuk menggunakan konsep habitusnya, yang mengacu pada disposisi subjek pada
skema persepsi, kognisi dan evaluasi bahwa aktor memperolehnya dari sosialisasi
yang berbeda-beda. Skema generatif atau disposisi ini disebut dengan internalisasi
struktur sosial atau kelekatan sejarah.
Bagi Bourdieu, habitus memainkan
peran 'transendensi'. Internalisasi dalam struktur sosial yang obyektif
memerlukan objektifiti, sementara relasi subjek dalam konteks sosial yang
spesifik memerlukan 'practical manner' ini yang kemudian disebut subjektifitas.
Habitus memiliki karakter otomatis semu dan ketidaksadaran semu, dimana konteks
objektif didalamnya adalah bahwa subjek tidak memiliki pengetahuan praktis
mengenai hal tersebut. Bagi Bourdieu habitus bisa menjawab pemisahan subjektif
dan objektif melalui ketidaksadaran struktural (objektif) dan elemen
konstruksionis pendekatan subjektifis.
Kalau Giddens menggunakan
strategi paradigmatik, Bourdieu menggunakan strategi sintagmatik. Bourdieu
melihat praktik sosial sebagai hasil dari dimensi disposisional dalam sebuah
permainan sosial. Konsepnya mengenai 'field’
(sebagai sebuah bangunan posisi-posisi sosial yang memerlukan power/kapital)
mengacu pada struktur objektif. Habitus mengindikasikan bahwa struktur sosial
diinternalisasikan serta internalisasi sosial struktur menjadi asal muasal dari
praktik-praktik subjek. Dalam skema Bourdie praktik berasal dari: field (dimensi posisi) - habitus
(dimensi disposisional)-praktik-praktik sosial. Yang hilang dalam skema ini
adalah dimensi situasional interaktif. Praktik-praktik sosial tidak bisa
sepenuhnya dijelaskan dalam terminologi posisi dan disposisi. Penjelasan
mengenai kerelaan, dimensi interaktif situasional juga harus diperhitungkan.
(Dwi Wulan Pujiriyani/SPD 2015)
Referensi
Mouzelis, Nicos P. 2008. Modern and Postmodern Social Theorizing: Bridging the Divide. New
York: Cambridge University Press.